Rizal, sopir L300 jurusan Banda Aceh–Pidie, mengatakan kelangkaan biosolar membuat pengeluaran operasional membengkak.
BANDA ACEH – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis biosolar di Aceh dalam sepekan terakhir menimbulkan keresahan di kalangan sopir angkutan umum. Mereka mengaku harus mengantre berjam-jam di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), namun kerap pulang dengan tangan kosong karena stok habis.
Rizal, sopir L300 jurusan Banda Aceh–Pidie, mengatakan kondisi tersebut membuat pengeluaran operasional membengkak.
“Kalau isi di SPBU biasanya cukup Rp200 ribu sampai Rp250 ribu untuk penuh, sekarang kalau beli eceran bisa tembus Rp450 ribu,” ujarnya, Rabu (24/9/2025).
Akibatnya, penumpangnya mengeluh karena terlalu lama berada dalam perjalanan.
Keluhan serupa datang dari Ahmad, sopir Hiace lintas Banda Aceh–Medan. Ia menyebut kelangkaan biosolar bukan hanya terjadi di ibu kota provinsi, melainkan hampir di seluruh jalur lintas Aceh.
“Sudah antre dua jam lebih, makan pun tak sempat, akhirnya BBM habis sebelum giliran. Hampir seminggu ini kami benar-benar kesulitan,” kata Ahmad.
Para sopir menilai beralih ke BBM non-subsidi, seperti Dexlite, bukanlah pilihan karena harga jauh lebih tinggi dan tidak sebanding dengan pendapatan mereka. “Kalau dipaksakan, biaya operasional makin berat. Jadi terpaksa beli di eceran walau mahal,” tambahnya.
Mereka berharap pemerintah segera turun tangan untuk menormalkan distribusi biosolar. Menurut para sopir, jika masalah ini terus berlanjut, bukan hanya transportasi penumpang yang terganggu, tetapi juga distribusi barang ke berbagai daerah di Aceh akan ikut terdampak.[]
Discussion about this post