Mualem tahu, untuk meningkatkan ekonomi Aceh, ia harus memerdekakan Aceh dari Medan. Dengan menjadi provinsi yang mandiri dan tidak tergantung dengan provinsi tetangga.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf berkunjung ke Tiongkok. Ia memaparkan berbagai peluang investasi strategis di Aceh di hadapan para investor dalam ajang China ASEAN Food and Agricultural Cooperation Development Conference 2025 yang digelar di Zhengzhou.
Salah satu agenda utama acara itu adalah penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Usaha Milik Daerah Aceh yaitu PT Pembangunan Aceh (PEMA), dengan perusahaan teknologi asal Henan, Zhongke Holdings Green Technology Co., Ltd.
Kemitraan tersebut difokuskan pada pembangunan kawasan industri unggas dan telur canggih berteknologi tinggi serta ramah lingkungan di Aceh. Proyek ini disebut sebagai langkah nyata Pemerintah Aceh untuk memperkuat kemandirian pangan sekaligus membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian modern.
Gubernur Aceh meninjau langsung fasilitas produksi Xinxiang Anlong Agricultural Technology Co., Ltd., yang dikenal sebagai peternakan ayam petelur terbesar di Provinsi Henan sekaligus salah satu fasilitas paling modern di Tiongkok.
Di lokasi, Mualem bersama rombongan melihat dari dekat sistem operasional peternakan berskala besar dengan kapasitas produksi mencapai 1 juta butir telur per hari. Seluruh proses di fasilitas tersebut berjalan secara otomatis dan terintegrasi penuh, mulai dari pembuatan pakan, pengelolaan kandang tertutup (closed house), hingga pengumpulan dan pengemasan telur.
Anlong Agriculture juga dikenal menerapkan standar biosekuriti yang ketat serta memanfaatkan teknologi pertanian cerdas (smart agriculture) untuk memantau kesehatan dan produktivitas jutaan ayam petelur secara langsung (real-time).
Kombinasi antara efisiensi sistem dan penerapan teknologi tinggi tersebut menjadikan Anlong sebagai model acuan bagi rencana pengembangan proyek serupa di Aceh.
Berhenti Bergantung dengan Produksi Telur Medan
Langkah Mualem untuk membangun kerjasama dengan Tiongkok dalam industri di sektor peternakan, tepatnya dalam produksi telur, adalah salah satu langkah progresif yang patut didukung.
Selama ini ketergantungan Aceh dengan Medan, atau Provinsi Sumatera Utara secara umum, begitu kentara. Aceh bergantung suplai berbagai komoditas untuk kebutuhan sehari-hari. Telur menjadi salah satu simbol bagaimana Aceh bergantung ke Medan.
Bahkan ada ungkapan populer “setiap hari telur Medan masuk Aceh, Sabtu-Minggu telur Aceh masuk Medan”. Adagium ini mengisyaratkan ketergantungan hebat Aceh atas produksi dan distribusi telur dari Medan.
Angka statistik terbaru dari tahun 2024 menunjukkan bahwa kebutuhan telur Provinsi Aceh per hari berkisar 1,3 hingga 1,5 juta butir/hari untuk 5,4 juta penduduk Aceh.
Hasil forecasting kebutuhan telur ayam ras pernah diperkirakan mencapai sekitar 31.008 hingga 32.083 ton per tahun (untuk periode 2022-2024).
Produksi lokal telur di Provinsi Aceh masih jauh dibawah kebutuhan. Data tahun 2023 menyebutkan produksi telur ayam ras di Aceh hanya mencapai 70 ribu butir per hari, yang hanya mampu memenuhi sekitar 5,5 persen dari total kebutuhan (1,3 juta butir per hari).
Data lain di tahun 2024 memperkirakan produksi peternak lokal Aceh baru sekitar 100.000 butir/hari.
Berdasarkan data BPS (2024) untuk Produksi Telur Ayam Petelur menurut Provinsi (Ton), Aceh tercatat 10.351,00 ton.
Aceh berada dalam kondisi defisit telur ayam ras dengan jumlah yang masif. Produksi lokal jauh lebih rendah daripada kebutuhan konsumsi masyarakat, sehingga Provinsi Aceh masih sangat bergantung pada pasokan telur dari luar daerah, yakni dari Sumatera Utara.
Memerdekakan Aceh dari Medan
Setelah heboh kasus perebutan empat pulau di sekitar wilayah Singkil, Sumatera Utara, Aceh kembali dihadapkan pada “perang dingin” dengan provinsi tetangga tersebut.
Gubernur Sumut Bobby merazia plat kendaraan BL yang memasuki wilayah Sumut dan meminta kendaraan usaha yang beroperasi di wilayah Sumut untuk mengubah ke plat BK. Hal ini dilakukan untuk menggenjot pendapatan daerah.
Sontak, aksi Bobby tersebut menuai amarah publik Aceh. “Mereka jual, kita beli,” kata Mualem merespon dengan tegas.
Aceh merasa dianggap sebagai “aneuk miet” oleh Medan. Bahkan perasaan dominasi Medan atas Aceh ini telah menjadi hal yang sering dibicarakan di masyarakat.
Selain dari melepaskan diri dari ketergantungan Aceh dengan Medan melalui industri ayam petelur, Mualem telah mengambil beberapa kebijakan strategis. Mualem berupaya menghidupkan koneksi pelabuhan Kreung Geukueh – Pulau Penang dalam upaya menghapuskan ketergantungan tersebut. Mualem bahkan menyerukan Aceh bekiblat ke Malaysia.
Dengan menghidupkan koneksi Krueng Geukueh – Pulau Penang, selain membuka jalur ekonomi baru, juga dalam upaya melepaskan ketergantungan Aceh secara konektivitas dengan Medan.
Apabila pelabuhan Krueng Geukueh hidup dan berfungsi optimal, banyak komoditas ekspor Aceh akan bisa diekspor ke luar tanpa bergantung ke Belawan. Komoditas CPO dan hasil perkebunan kelapa sawit lainnya selama ini masih bergantung dengan Belawan sebagai pelabuhan pengekspor. Bahkan komoditas lain seperti kopi pun masih banyak yang diekspor lewat pelabuhan provinsi tetangga itu.
Tim dari Dewan Ekonomi Aceh (DEA) yang baru dibentuk Mualem, melalui Ismail Rasyid selaku Sekretaris Jenderal telah melakukan kunjungan kerja dan survei terkait kebutuhan infrastruktur di Pelabuhan Krueng Geukueh. Hal ini adalah bagian dari upaya DEA untuk mempercepat akselerasi ekonomi di wilayah tersebut.
Tentu DEA atas perintah gubernur, langsung bekerja cepat untuk mendorong pemanfaatan dan pengembangan Pelabuhan Krueng Geukueh sebagai salah satu pintu gerbang ekonomi di Aceh. Ini merupakan langkah cerdas dan strategis guna mewujudkan kemandirian ekonomi Aceh.
Langkah Mualem untuk menghidupkan ekonomi Aceh dengan melirik industri ayam petelur ke Tiongkok, menghidupkan pelabuhan Kreung Geukueh dan merealisasikan koneksi laut dengan Pulau Penang adalah kebijakan ekonomi strategis yang patut didukung.
Mualem tahu, untuk meningkatkan ekonomi, ia harus memerdekakan Aceh dari Medan. Dengan menjadi provinsi yang mandiri dan tidak tergantung dengan provinsi tetangga, ekonomi Aceh akan lebih berpotensi untuk berkembang secara optimal.
Discussion about this post