BANDA ACEH – Ketum Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Aceh (HIMPALA) Syahril Ramadhan mendesak Kejati Aceh untuk menuntaskan pengusutan kasus pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) yang telah diendapkan dari 2 tahun lalu.
Kondisi ini dikatakan Syahril sangat merugikan pembudidaya ikan anggota HIMPALA dan dan masyarakat pembudidaya lainnya. Karena kasus ini telah menyebabkan DKP Aceh tersandera, dan tidak melanjutkan program kegiatan dukungan pengembangan produksi ikan budidaya.
Situasi ini sangat bertolak belakangan dengan asta cita Presiden melalui target swasembada pangan dan ekonomi biru, serta program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI yang menargetkan pembangunan ekonomi biru melalui 5 program prioritas, salah satunya adalah meningkatkan produksi ikan budidaya air laut, payau dan tawar.
Akibat pengadaan benih ikan pada tahun 2019 sampai 2021 yang jor-joran telah membuat DKP Aceh menoreh temuan dalam pelaksanaan program. Mulai dari masalah verifikasi kelompok tani, penerima tidak mempunyai lahan budidaya, kelompok terafiliasi dengan pemilik Pokok Pikiran (Pokir), lahan tidak sesuai peruntukan, kurang volume dan lain sebagainnya.
Akibat ini ini telah menjadi temuan lembaga Aparat Pemeriksa Internal Pemerintah (APIP) yaitu Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, sehingga merekomendasikan agar program tersebut dihentikan sementara waktu.
“Kata penghentian itu adalah pengkhianatan kepada rakyat, karena tidak ada satu klausul pun dalam undang-undang penggunaan uang negara yang dilarang untuk pengembangan kualitas hidup rakyat”. Kecamnya.
Menurutnya, telah menjadi rahasia umum antara APIP, Aparat Penegak Hukum (APH) dan pejabat negara atau daerah main kedip mata, meminta (pesanan) agar menghentikan kasus atau minimal menggantung kasus tersebut agar tidak berjalan.
“Silahkan sesama pejabat saling menilai dan me warning, tapi jangan korbankan hak rakyat. Selain penghentian, kata “sementara waktu” ini mencerminkan tidak ada batasan konkrit waktu untuk dilakukan evaluasi dan penegakan hukum, sehingga telah mencapai 2 tahun dari status penyidikan belum ditetapkan tersangka, ditambah lagi 2 tahun dari 2021 sampai 2023 DKP Aceh sudah mulai menghold program tersebut”. Sebut Syahril.
Syahril mengingatkan bahwa Kejati Aceh untuk tidak takut melanjutkan proses pemeriksaan, menerapkan tersangka dan mem-P21 perkara tersebut agar berproses di Pengadilan untuk menciptakan kepastian hukum, dan tidak melindungi siapapun pejabat yang diduga terlibat.
Karena penegakan hukum itu adalah kepentingan rakyat, maka rakyat akan bersama Kejati Aceh untuk mendukung penuntasan kasus2 hukum yang merugikan rakyat.
Jika Kejati tetap mengendapkan kasus tersebut, Syahril mengancam akan menurunkan massa anggota HIMPALA dan masyarakat pembudidaya untuk menggeruduk Kejati Aceh.
“Kami minta Kejati Aceh tidak takut dan berpihak pada rakyat. Dipastikan penegakan hukum oleh Kejati Aceh adalah hajat rakyat, maka rakyat akan bersama Kejati Aceh. Jika sebaliknya, Kejati Aceh masih mengendapkan kasus tersebut, maka kami akan menurunkan massa untuk menggeruduk Kejati Aceh,” pungkasnya.
Discussion about this post