Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
No Result
View All Result
Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
Home Ekonomi

Tak Kunjung Dapat Kerja di Aceh, Hendra Nekat Merantau ke Australia

TINJAUAN ID by TINJAUAN ID
July 23, 2025
Reading Time: 3 mins read
0
Tak Kunjung Dapat Kerja di Aceh, Hendra Nekat Merantau ke Australia.

Hendra, pemuda asal Dayah Muara, Pidie. Kini bekerja di Australia.

Ketekunan itu akhirnya berbuah hasil, ia lolos tes migrasi dan diterima sebagai pekerja di sektor pertanian di Australia. Ia nekat bekerja di Australia setelah tak kunjung dapat pekerjaan di Aceh.

Sigli -Semua berawal dari kekecewaan akan sempitnya lapangan kerja di Aceh. Hendra, anak kampung dari Dayah Muara, Pidie, sudah menamatkan pendidikan tinggi di salah satu kampus ternama di Aceh. Namun, bertahun-tahun ia hanya berpindah dari satu lowongan ke lowongan lain tanpa hasil yang layak.

“Saya pikir, kuliah tinggi itu jaminan masa depan. Ternyata tidak. Di Aceh, banyak teman saya yang lulusan sarjana, tapi cuma jadi pengangguran elegan,” katanya, mengenang masa-masa frustrasi pasca-lulus, Rabu, (23/7/2025) di Sigli kepada Tinjauan.

Hendra (31), anak keempat dari enam bersaudara, berperawakan sedang dan senyumnya yang menawan, tumbuh dalam lingkungan religius dan sederhana. Ia menempuh pendidikan menengah di SMA Jeumala Amal, Pidie Jaya, salah satu sekolah swasta unggulan di Aceh yang dikenal dengan disiplin dan mutu pendidikan yang baik.

Titik balik hidupnya datang dari percakapan sederhana dengan seorang sahabat lama yang telah menetap di Australia.

“Bayangkan, Hend. Kamu Kerja satu hari di sini setara dengan gaji satu bulan di sana,” ujar temannya. Kalimat itu membekas kuat di benaknya.

Ia pun mulai belajar bahasa Inggris secara otodidak. Tak ada biaya untuk kursus mahal, ia hanya mengandalkan buku bekas, aplikasi daring, dan latihan berbicara sendiri di kamar.

Ketekunan itu akhirnya berbuah hasil, ia lolos tes migrasi dan diterima sebagai pekerja di sektor pertanian Australia.

Setibanya di negeri orang, hidup tidak langsung berubah indah. Ia bekerja memanen bunga mawar di kebun, mengangkat pupuk perawatan bunga dalam goni berat di bawah cuaca yang ekstrem. Tapi tak sekali pun ia mengeluh.

“Saya sadar, inilah harga untuk hidup agar ada perubahan,” ujarnya.

Beberapa bulan kemudian, ia mendapat pekerjaan di sektor pemotongan daging. Pekerjaan ini memberinya penghasilan yang lebih layak, meski tantangannya juga lebih berat secara fisik dan mental.

“Kerjanya berat, tapi gajinya setimpal, dan yang paling saya rasakan, saya dihargai,” ucapnya.

Di sinilah ia mulai merasakan sesuatu yang selama ini ia anggap langka, adanya penghargaan terhadap tenaga kerja.

Hidup di Australia membuka mata akan bagaimana negara maju memperlakukan pekerja. “Di sini, walau kita cuma buruh, kita dihormati. Tidak dibedakan berdasarkan warna kulit, agama, atau dari mana kita berasal,” katanya.

Hendra mengaku, ia tak pernah merasa direndahkan, bahkan meski ia pendatang dengan aksen asing.

“Saya sempat menunggu kapan saya akan dihina atau diperlakukan berbeda. Tapi itu tak pernah terjadi. Di Australia, pekerja dari Asia diperlakukan setara dengan warga lokal,” ujarnya.

Tak heran jika banyak rekan sesama pekerja di Australia kemudian memilih untuk menetap permanen dan berganti kewarganegaraan demi jaminan hidup yang lebih baik.

Tapi tidak dengan Hendra. Ia tetap memilih Indonesia sebagai tanah airnya.

“Bagi saya, hidup nyaman itu penting, tapi rasa memiliki tanah sendiri itu tidak bisa digantikan. Saya ingin bekerja di sini, tapi tetap sebagai warga negara Indonesia,” tegasnya.

Hendra, pemuda asal Dayah Muara Pidie, merantau untuk bekerja di Australia.

Kini, Hendra tengah mengurus legalitas izin tinggal jangka panjang agar ia bisa terus bekerja di Australia tanpa melepas kewarganegaraan. Ia tetap aktif dalam komunitas diaspora Aceh dan Indonesia di Australia.

Saat Ramadhan, ia ikut menggalang buka puasa dan donasi untuk anak-anak yatim di Aceh. Pun begitu, saat ada keluarga perantau di Aceh yang meninggal dunia ia ikut hadir mengirimkan doa Samadiah.

Baginya, hidup bukan soal pindah tempat, tapi tentang tumbuh dan memberi makna. “Kalau kita ingin hidup lebih baik, kita harus berani keluar dari zona nyaman. Tapi jangan pernah lupa asal-usul. Jangan sampai akar kita putus,” katanya.

Ia berharap anak muda di Aceh tak kehilangan semangat untuk merantau dan berkembang. Ia tahu, keberanian itulah yang menjadi pembeda.

“Merantau itu bukan soal meninggalkan rumah, tapi tentang mencari jalan pulang yang lebih baik,” tutupnya, sambil menyeruput kopi sanger, khas Aceh.

Saat ini, Hendra sedang berada kampung halamannya, tapi untuk sementara waktu. Ia pulang bukan karena liburan, melainkan karena duka.

Ayahnya meninggal dunia dua pekan lalu. Kepergian orang yang selama ini ia jadikan teladan kesabaran dan kerja keras itu meninggalkan kekosongan dalam dirinya. “Ayah tidak pernah melarang saya merantau. Sekarang saya pulang bukan membawa kebanggaan, tapi membawa doa,” ucapnya, lirih.

Hendra adalah potret perantau masa kini, berani keluar dari batas, tapi tidak pernah lupa akar. Baginya, Australia mungkin tempat ia mencari nafkah, tapi Aceh tetap tempat ia pulang dan menumbuhkan cinta.

Continue Reading
Tags: AcehAustraliaLapangan kerjapidie
ShareTweetSendShare

Related Posts

Plt Sekda Harapkan Bank Aceh Jadi Bank Daerah Nomor Satu di Indonesia
Ekonomi

Plt Sekda Harapkan Bank Aceh Jadi Bank Daerah Nomor Satu di Indonesia

August 7, 2025
Gubernur Aceh Resmi Buka Acara WUBI 2025: Apresiasi Bank Indonesia Dorong Penguatan UMKM Aceh
Ekonomi

Gubernur Aceh Resmi Buka Acara WUBI 2025: Apresiasi Bank Indonesia Dorong Penguatan UMKM Aceh

August 6, 2025
Petani tembakau Aceh Besar terancam rugi akibat maraknya rokok ilegal
Ekonomi

Petani Tembakau Aceh Besar Terancam Rugi Akibat Maraknya Rokok Ilegal

August 6, 2025
Alja Yusnadi: Pendirian Perseroda di Aceh Selatan Mampu Tingkatkan PAD dan Perekonomian Daerah
Ekonomi

Alja Yusnadi: Pendirian Perseroda di Aceh Selatan Mampu Tingkatkan PAD dan Perekonomian Daerah

August 6, 2025
PT Dunia Barusa Hadirkan Promo “Spesial JITU”, Tawarkan DP Ringan untuk Calya dan Agya
Ekonomi

PT Dunia Barusa Hadirkan Promo “Spesial JITU”, Tawarkan DP Ringan untuk Calya dan Agya

July 29, 2025
PT PEMA Kembali Kapalkan 3.113 Ton Sulfur dari Aceh ke Sulawesi
Ekonomi

PT PEMA Kembali Kapalkan 3.113 Ton Sulfur dari Aceh ke Sulawesi

July 25, 2025
Next Post
Kapitalisme, Manusia Modern, dan Kecepatan Gerak Perubahan Zaman

Kapitalisme, Manusia Modern, dan Kecepatan Gerak Perubahan Zaman

Alijullah Hasan Yusuf Hadiri Syarah Budaya di Sigli, Bagikan Kisah Perjalanan Hidup ke Eropa Sigli, 23 Juli 2025 – Komunitas Beulangong Tanoh menggelar kegiatan Syarah Budaya bersama tokoh Aceh, Alijullah Hasan Yusuf, pada Rabu (23/7) sore di balai kayu Pekarangan Warong Kupi Kulam, Sigli. Acara dimulai pukul 16.30 hingga 18.00 WIB dan diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan serta komunitas, termasuk FAMe Pidie dan sejumlah komunitas literasi dan budaya lainnya. Alijullah Hasan Yusuf, atau akrab disapa Pak Ali, merupakan tokoh asal Blang Paseh yang dikenal luas sejak tahun 1970-an melalui kisahnya sebagai “penumpang gelap” menuju Eropa. Kisah tersebut kemudian dibukukan dengan judul Penumpang Gelap dan menjadi titik awal ketenarannya. Dalam kegiatan tersebut, Pak Ali membagikan pengalamannya merantau dari Aceh hingga ke Eropa. Ia bercerita tentang masa kecilnya yang dipenuhi oleh pembacaan Hikayat Aceh di kampung halaman, ketertarikannya terhadap pesawat, hingga akhirnya memberanikan diri naik pesawat sebagai penumpang gelap setelah meneliti kebiasaan orang-orang di bandara saat bekerja di Jakarta. “Waktu kecil saya hanya dengar bunyi pesawat dari kejauhan. Saat melihat langsung pesawat di Kuta Cane, saya cuma bisa berbisik dalam hati: suatu hari saya akan naik pesawat itu, apa pun caranya,” ujar Pak Ali disambut tawa oleh segenap peserta yang hadir. Selain berbagi kisah pribadinya, Pak Ali juga menceritakan pertemuannya dengan sejumlah tokoh nasional, seperti Bung Hatta, Soemitro Djojohadikoesoemo, Daud Beureueh, Hasan Tiro, dan B.J. Habibie. Ia mengungkapkan bahwa Bung Hatta adalah sosok yang menyemangatinya untuk menuliskan kisah hidupnya. “Pak Hatta bilang langsung ke saya, ‘Ali, kamu harus menulis kisah hidupmu. Ini penting untuk generasi muda.’ Itu yang membuat saya mulai serius menulis,” jelas Pak Ali. Dorongan itu melahirkan buku otobiografi Penumpang Gelap yang kemudian banyak dibaca dan dikagumi, termasuk oleh calon istrinya sendiri, yang kelak ia temui dan nikahi di Indonesia. Sementara itu, pertemuannya dengan B.J. Habibie terjadi di sebuah bukit di Paris, di mana Pak Ali dan Mantan Presiden Indonesia ke-3 itu berdiskusi panjang mengenai pembangunan Aceh, termasuk rencana menghidupkan kembali jalur kereta api Aceh yang belum sempat terwujud. “Pak Habibie bilang ke saya, dia ingin membangun Aceh dengan menghidupkan kembali jalur kereta api. Tapi takdir berkata lain, beliau keburu dilengserkan,” ujar Pak Ali dengan nada haru. Pak Ali hadir di lokasi acara dengan pakaian santai, kaos berkerah putih, celana jeans biru, sepatu putih, lengkap dengan topi dan kacamata. Ia didampingi oleh istrinya, Suryati, serta anak perempuan mereka. Acara yang dipandu langsung oleh Yulia Erni, berlangsung dalam suasana akrab dan penuh antusiasme. Pesertapun terlihat aktif menyimak dan berebutan untuk melayangkan pertanyaan yang bermuara dialog panjang. Di penghujung ceritanya tadi, Pak Ali menyampaikan pesan yang menjadi inti dari perjalanan hidupnya sekaligus warisan pemikiran yang ingin ia tularkan kepada generasi muda, “Kita harus berani merantau, menulis, dan membaca,” Menurutnya, tiga hal sederhana ini merantau, menulis, dan membaca adalah kunci yang telah membuka banyak pintu dalam hidupnya. Merantau mengajarkannya tentang dunia dan keberanian, menulis membuatnya diingat dan dikenang, sementara membaca membentuk cara pandangnya terhadap kehidupan. “Merantau membuat saya berani keluar dari kampung, dari zona nyaman. Menulis membuat saya bisa merekam hidup saya, dan membaca membuat saya mengerti hidup orang lain,” jelasnya. Pak Ali berharap agar generasi muda Aceh, khususnya peserta yang hadir hari itu, tidak ragu untuk bermimpi besar, dan menjelajah dunia.

Alijullah Hasan Yusuf Hadiri Syarah Budaya di Sigli, Bagikan Kisah Perjalanan Hidup ke Eropa

Discussion about this post

Recommended Stories

“Saya bukan kombatan”, Catatan Risman Semasa Konflik Aceh

“Saya bukan kombatan”, Catatan Risman Semasa Konflik Aceh

August 8, 2025
PKK Aceh Barat Gelar Sosialisasi Pola Asuh Anak, Afrida Novialia Berharap Tidak Ada Lagi Kasus Kekerasan Terhadap Anak

PKK Aceh Barat Gelar Sosialisasi Pola Asuh Anak, Afrida Novialia Berharap Tidak Ada Lagi Kasus Kekerasan Terhadap Anak

August 7, 2025
Polisi Tangkap Pelaku Curanmor di Banda Aceh, Motor Curian Dijual ke Pidie dan Pijay

Polisi Tangkap Pelaku Curanmor di Banda Aceh, Motor Curian Dijual ke Pidie dan Pijay

July 30, 2025

Popular Stories

  • Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

    Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tak Kunjung Dapat Kerja di Aceh, Hendra Nekat Merantau ke Australia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara (Suara dari Blang Padang untuk Keadilan Syariat)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kedai Kopi Pertama di Aceh: Antara Pengaruh Ottoman dan Budaya Perantauan Tionghoa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fraksi Partai Demokrat Soroti Tantangan Pembangunan Aceh dalam Pendapat Akhir atas Pertanggungjawaban APBA 2024

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • TINJAUAN.ID
  • Pedoman Media Siber
Email: redaksi.tinjauan@gmail.com

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Dunia
  • Nasional
  • Regional
  • Politik
  • Opini
  • Contact Us

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?