Pembentukan BRR adalah langkah konkret untuk memastikan akuntabilitas dan efektivitas penggunaan dana pemulihan pascabencana banjir bandang hidrometeorologi yang menerjang Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Bencana banjir hidrometeorologi yang melanda beberapa provinsi di Sumatera—khususnya Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—telah mencapai skala kerusakan lintas provinsi yang masif.
Data dan analisis faktual menunjukkan bahwa penanganan pascabencana saat ini, jika dilakukan melalui mekanisme reguler, berpotensi besar menjadi lambat, tidak sinkron, dan tumpang tindih.
Oleh karena itu, pembentukan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) yang memiliki kewenangan khusus dan komando tunggal adalah kebutuhan mendesak agar Sumatera dapat bangkit lebih cepat dan tangguh.
Skala Kerusakan yang Melampaui Batas Administratif
Banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatera berdampak lintas batas administrasi provinsi. Kerusakan infrastruktur utama, seperti jalan nasional, jembatan penghubung, serta degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS), memerlukan penanganan yang terintegrasi.
Jika penanganan diserahkan kepada masing-masing pemerintah provinsi atau kementerian/lembaga secara parsial, tanpa lembaga khusus, rehabilitasi akan berjalan lambat dan tidak sinkron.
Misalnya, perbaikan jembatan di perbatasan satu provinsi bisa terhambat karena perbedaan prioritas atau mekanisme pengadaan di provinsi tetangga. BRR dengan struktur Satu Pintu (Satu Komando) menjadi solusi untuk mengatasi kendala koordinasi lintas provinsi ini.
Kompleksitas Masalah Hulu-Hilir dan Rehabilitasi Multi-Sektor
Pemulihan di Sumatera tidak hanya sebatas merehabilitasi rumah dan infrastruktur hilir, tetapi juga menuntut penanganan serius terhadap kerusakan DAS dan kawasan hulu yang parah.
Ancaman Permanen: Deforestasi tanpa kontrol, penambangan tanpa izin, dan pemukiman di zona merah telah menjadi pemicu utama bencana berulang. Program rehabilitasi-rekonstruksi harus mencakup:
- Normalisasi dan perbaikan sungai.
- Relokasi permukiman rawan.
- Pembangunan jembatan, rumah, dan sekolah yang lebih tangguh.
Peran Krusial BRR: BRR diperlukan untuk menghentikan izin bermasalah, melakukan rehabilitasi DAS besar-besaran, dan penataan ruang ulang yang berkelanjutan. Ini adalah tugas monumental yang membutuhkan kekuatan kebijakan dan anggaran yang terpusat.
Tantangan Pendanaan dan Manajemen Multi-Tahun
Skala pemulihan ditaksir mencapai puluhan triliun rupiah dan bersifat multi-tahun (multi-year). BNPB sendiri menakar biaya pemulihan mencapai Rp51,82 Triliun. Dana sebesar itu tidak dapat hanya mengandalkan APBD atau APBN reguler dalam satu tahun anggaran. Untuk itu perlu dikelola secara komprehensif oleh satu lembaga semisal BRR.
Kapabilitas BRR telah teruji di saat penanganan tsunami 2004 yang lalu. BRR telah berpengalaman dalam mengelola sumber dana yang kompleks dan beragam, seperti hibah, dana asing, pinjaman internasional, dan lembaga donor. Mekanisme ini memastikan ketersediaan dana jangka panjang.
Risiko Tanpa BRR, tanpa komando tunggal, proyek akan berisiko tumpang tindih, terjadi saling tunggu anggaran antarlembaga, verifikasi lambat, dan bantuan tidak merata karena tumpang tindih kewenangan.
Pembentukan BRR adalah langkah konkret untuk memastikan akuntabilitas dan efektivitas penggunaan dana pemulihan pascabencana banjir bandang hidrometeorologi yang menerjang Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Pembentukan BRR akan mengadopsi model keunggulan yang telah teruji, yaitu model BRR Aceh- Nias pada bencana gempa dan tsunami 2004 yang lalu, dengan mekanisme satu pintu, keputusan cepat, pengawasan lebih ketat, dan fokus penuh pada pemulihan. Model Satu Komando ini adalah jaminan percepatan pemulihan.
Pemerintah Pusat harus segera mengambil keputusan strategis ini. Pembentukan BRR bukan sekadar penunjukan lembaga baru, melainkan sebuah instrumen kebijakan yang diperlukan untuk menggaransi bahwa investasi triliunan rupiah dan upaya pemulihan ini dapat dilakukan secara cepat, terkoordinasi, dan bebas dari tumpang tindih birokrasi.
Hanya dengan komando tunggal yang kuat, Sumatera dapat membangun kembali dirinya menjadi kawasan yang tidak hanya pulih, tetapi juga jauh lebih tangguh menghadapi ancaman hidrometeorologi di masa depan.
Aceh, sebagai daerah yang memiliki sejarah panjang dalam menghadapi bencana besar, kini kembali dihadapkan pada ancaman dan dampak parah bencana hidrometeorologi berulang berupa banjir bandang, longsor, dan abrasi.
Skala kerusakan yang meluas meliputi infrastruktur, permukiman, hingga degradasi lingkungan hulu, menegaskan satu hal: mekanisme penanganan reguler tidak akan cukup. Pembentukan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dengan komando tunggal adalah prasyarat untuk pemulihan Aceh yang cepat dan tangguh secara khusus dan Sumatera secara umum.[]










Discussion about this post