Mari kita pahami problematika Bank Aceh Syari’ah yang menjadi isu publik hari ini dalam bahasa yang lebih simplifikatif.
Oleh: Rahmat Fahlevi*
Mari kita pahami problematika Bank Aceh Syari’ah yang menjadi isu publik hari ini dalam bahasa yang lebih simplifikatif
Di awal kita harus mengakui terlebih dahulu bahwa Bank Aceh Syari’ah yang di slide selanjutnya akan saya sebut BAS. Merupakan salah satu Bank BPD yang terbaik di Indonesia, baik itu dari segi valuasi aset maupun diversifikasi kecil-kecilan sesuai kapasitasnya sebagai BPD yang di lakukannya.
Lalu apa yang membuat BAS menjadi sorotan publik? Saya tidak mau bahas rekrutmen mereka yang bersifat tradisional-patrimonial itu. BAS sering kali di soroti publik ialah perihal pembiayaan yang mereka lakukan. Nah ini baru panas nih.
Hadirnya Bank, baik itu BPD, swasta apalagi Himbara ialah untuk menginjeksi keuangan agar mengalir ke seluruh aktivitas perekonomian. Dalam hal ini yang di anak-emas-kan adalah UMKM. Kenapa harus UMKM di prioritaskan? Karena tulang punggung APBN kita (Core national interest) adalah UMKM, yang menyelamatkan rupiah dari ganasnya dolar tahun ‘98 adalah aktivitas UMKM.
APBN kita di topang keras oleh konsumsi rumah tangga yang dalam hal ini UMKM menjadi bisnis penghasil produk konsumsi rumah tangga tersebut. Berangkat dari hal ini, para penyelenggara negara melalui BI membuat aturan yang mewajibkan setiap Bank memberi pembiayaan terhadap UMKM sebesar 20 persen minimal.
Kebijakan ini wajib di patuhi oleh setiap Bank apapun warnanya. Lalu, bagaimana dengan BAS Bank yang di gadang-gadang setara dengan JP. Morgan chase tersebut?
Sebagai Bank berdaya saing kelas dunia, pada dasarnya BAS mempunyai niat adi luhur untuk memajukan UMKM di Aceh. Dalam analisis yang kami lakukan ada beberapa hal yang menghambat niat adi luhur BAS itu terhambat.
Saat penyaluran kredit akan di lakukan, setiap Bank apapun itu mewajibkan print koran transaksi 3 atau 6 bulan terakhir, memiliki NIB, NPWP, agunan atau SHM, neraca perdagangan dll. Ini salah satu faktor terbesar yang tidak di miliki oleh UMKM sehingga kredit gagal tersalurkan. Apakah ada faktor lain? Tentu dan banyak.
Faktor lain yang membuat BAS enggan menyalurkan kredit ke UMKM adalah risiko gagal bayar. Ini yang menjadi paranoid terhadap BAS karena di pepet target setiap bulannya. Kondisi ini seperti pisau berbilah dua, BAS di hadapkan pada dilema menuruti realisasi BI wajib injeksi 20 persen ke UMKM dan risiko gagal bayar. Bahkan dalam qanun tingkat pembiayaan ke UMKM jauh lebih tinggi yaitu di angka 40 persen.
Lalu, untuk mencari titik aman agar BAS tetap survive, kredit tersalurkan dan dividen pemegang saham aman? Ya, BAS melakukan kredit alternatif untuk pemegang SK PNS, P3K dan surat keramat lainnya dari berbagai instansi pemerintah dengan skema pembiayaan konsumer.
Di sisi lain BAS melakukan diversifikasi portofolio dengan cara menginvestasikan dana bernilai triliunan rupiah ke BPD lainnya. Hal ini dilakukan untuk memitigasi risiko penyaluran kredit yang gagal bayar sehingga mendapat keuntungan dari deposito di luar daerah.
Yang dilakukan BAS pada dasarnya benar untuk mencapai keseimbangan antara profit dan risk. Akan tetapi bisnis domestik mengalami kekeringan pembiayaan karena tindakan BAS ini. Jadi, profit BAS di peroleh dari kepastian investasi di luar, tetapi menyuntik mati UMKM tanpa pembiayaan.
Apa yang seharusnya dilakukan jika kondisinya seperti ini? BAS wajib menyupervisi dan menjadi pendamping para pelaku UMKM agar paham dalam manajemen keuangan, kredit dan legalitas bisnis, supervisi ini dilakukan agar karyawan hasil rekrutan lewat bapak-bapaknya di BAS engga cuma nongki di warkop memakai lanyard tapi arah kerja tidak jelas.
Alhasil, dari supervisi ini menghasilkan kesinabungan kerja antara bankir dan pebisnis yang membuat BAS tidak perlu was-was dengan UMKM sehingga dapat mencapai angka pembiayaan yang maksimal. Karena jika ambang batas 20 persen pembiayaan terhadap UMKM yang di syaratkan BI tidak tercapai, maka BAS akan di kenakan denda setiap tahunnya sebesar 4 milyar bayar kepada BI.
Dan sejauh ini, BAS lebih memilih membayar 4 milyar setiap tahunnya kepada BI dari pada mencapai batas target 20 persen tersebut. Ini adalah bentuk cari aman dari BAS. Padahal cari aman itu adalah misi dari Polri dan TNI bukan Bank.
*Penulis adalah pengamat kebijakan publik.
Discussion about this post