Kepala Perwakilan Ombudsman RI Aceh Dian Rubianty menegaskan bahwa pungutan tersebut melanggar Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 dan Keputusan Dirjen Pendidikan Islam No. 64 Tahun 2025.
BANDA ACEH – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh secara aktif mengawasi dan mengambil langkah tegas terhadap praktik pungutan liar (pungli) pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di institusi pendidikan negeri tahun 2025, di Provinsi Aceh.
Pihak yang bertanggung jawab pada kasus tersebut, yakni 12 kepala madrasah di Banda Aceh, telah diberikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) setelah ditemukan maladministrasi yang menyebabkan total pungutan tidak sah mencapai 11 miliar lebih.
Pengawasan yang dipimpin Kepala Perwakilan Ombudsman RI Aceh, Dian Rubianty, ini merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan untuk memastikan proses penerimaan murid baru berjalan objektif, transparan, dan bebas dari diskriminasi, khususnya dari tekanan oknum aparat maupun pungutan diluar ketentuan.
Temuan dan Tindak Lanjut Ombudsman
Pada Kamis (13/08/2025), Ombudsman secara resmi menyerahkan 19 LHP kepada 12 kepala madrasah sebagai terlapor, beserta atasan mereka di lingkungan Kementerian Agama Kota Banda Aceh dan Provinsi Aceh.
Berdasarkan pemeriksaan melalui mekanisme Respons Cepat Ombudsman (RCO), maladministrasi yang terungkap sangat beragam:
- Pungutan di Luar Ketentuan yaitu pemungut biaya dalam proses PPDB yang seharusnya gratis.
- Penjualan Wajib, memaksa calon siswa membeli seragam dan buku di tempat tertentu.
- Penyimpangan Prosedur, tidak mengikuti juknis yang berlaku.
- Pelampauan Kewenangan, kepala madrasah ikut campur dan bahkan memimpin rapat komite madrasah yang seharusnya independen dan menjadi wadah musyawarah orang tua.
Dian Rubianty menegaskan bahwa pungutan tersebut melanggar Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 dan Keputusan Dirjen Pendidikan Islam No. 64 Tahun 2025.
“Ini bukan larangan Ombudsman, melainkan aturan yang berlaku dan tidak dipatuhi,” tegas Dian.
Komitmen Perbaikan dan Pengembalian Dana
Ombudsman memberikan tenggat waktu 30 hari setelah penyerahan LHP untuk melakukan tindakan korektif. Kabar baiknya, sebagian madrasah telah mematuhi saran perbaikan. “Dari 11 miliar yang dikutip, sekitar 7 miliar sudah dikembalikan kepada masyarakat,” jelas Dian.
Bagi yang belum mengembalikan, Ombudsman akan memantau dan memastikan kepatuhan dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Pengawasan Meluas ke Sekolah Negeri
Tidak hanya berfokus pada madrasah, Ombudsman Aceh juga telah meluaskan pengawasannya ke sekolah negeri di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
Sejak 27 Agustus 2025, pemeriksaan terhadap dugaan maladministrasi dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) telah dimulai di sejumlah sekolah di Banda Aceh dan Aceh Besar.
Pemeriksaan ini menitikberatkan pada dugaan pungutan tidak sah, kesesuaian dengan jalur domisili, serta potensi praktik tidak transparan seperti adanya “siswa siluman.”
Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Dian Rubianty mengingatkan bahwa penerimaan peserta didik baru adalah hak konstitusional warga negara. Pungutan liar berpotensi mencederai keadilan dan membatasi akses pendidikan bagi anak dari keluarga kurang mampu.
Ombudsman mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk mengawasi dan melaporkan setiap dugaan maladministrasi, tidak hanya di sektor pendidikan tetapi di semua layanan publik. “Ayo, awasi, tegur, dan laporkan,” ajak Dian.
Memahami Perbedaan Sumbangan dan Pungutan
Ombudsman juga menyampaikan klarifikasi penting kepada masyarakat: sumbangan atau bantuan pendidikan yang sifatnya sukarela dan tidak memaksa masih diperbolehkan.
Yang dilarang adalah pungutan yang bersifat wajib, memaksa, dan menjadi syarat dalam proses administrasi penerimaan murid baru. Pemahaman ini penting untuk menciptakan transparansi dan mencegah penyalahgunaan wewenang di satuan pendidikan.
Setelah menyelesaikan perihal kasus ini, Ombudsman akan terus berupaya untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Ombudsman bertekad memperbaiki kualitas layanan publik, khususnya bidang layanan pendidikan dan kesehatan agar memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.
“Sejak saya menjabat, selain menjalankan semua mandat tugas sebagai kepala perwakilan, saya fokus pada perbaikan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan melalui pengawasan Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik,” pungkasnya.[]
Discussion about this post