Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Liputan Khusus
  • Editorial
  • Pojok Ekraf
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Liputan Khusus
  • Editorial
  • Pojok Ekraf
No Result
View All Result
Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
Home Sejarah

Ketika IAIN Beralih Kiblat

IAIN sebagai institusi keagamaan di Indonesia beralih kiblat dari Timur Tengah ke Barat

TINJAUAN ID by TINJAUAN ID
August 2, 2025
Reading Time: 2 mins read
0
Ketika IAIN Beralih Kiblat

Sumber: Majalah Tempo Edisi 14-20 Oktober 2013.

Menurut Menteri Agama Munawir Sjadzali, pola pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, yang selama ini menjadi kiblat IAIN, sudah tidak mampu memenuhi tuntutan zaman.

Meski menyandang label lembaga pendidikan tinggi keagamaan, Institut Agama Islam Negeri tidak hanya mengajarkan soal agama. Bahasa yang diajarkan pun bukan cuma Arab, melainkan juga Inggris. Selain menghafal kitab, mahasiswanya dituntut menguasai berbagai disiplin ilmu.

Pola pendidikan modern di IAIN ini muncul belakangan. Adalah Menteri Agama Munawir Sjadzali yang mengalihkan kiblat IAIN dari Timur Tengah ke Barat, sehingga menciptakan IAIN yang seperti sekarang. Majalah Tempo edisi 30 November 1985 mengulas ihwal pengalihan ini.

Gagasan memodernkan pola pendidikan di IAIN muncul dalam pikiran Munawir seusai kunjungannya ke delapan universitas di Amerika Serikat dan Eropa pada Oktober 1985. Ia ingin IAIN tidak hanya mencetak ulama yang mengerti kitab, tapi juga mumpuni menjawab berbagai masalah lingkungan, sosial, dan perkembangan dunia modern. Intinya, lulusan IAIN harus menjadi ulama plus.

Tentu saja keputusan Munawir yang menggeser kiblat sumber pendidikan IAIN dari Timur Tengah ke Amerika Serikat dan Eropa itu mengundang kontroversi. Sebagian kalangan menyambut antusias. Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Achmad Syadali, misalnya, menilai langkah itu sebagai terobosan memecah kejenuhan pendidikan di IAIN.

Menurut dia, pola pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, yang selama ini menjadi kiblat IAIN, sudah tidak mampu memenuhi tuntutan zaman. ”Alumnus IAIN belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat,” katanya.

Achmad mengatakan metode pendidikan Al-Azhar terlalu terikat pada pendapat mazhab. ”Kurang ada keberanian mengkaji sendiri persoalan yang muncul,” ia menambahkan. Akibatnya, IAIN kurang mampu mencetak pemikir yang segar dan bebas. Hal senada diungkapkan Machnun Husein, dosen IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Menurut dia, kajian ilmu agama di Al-Azhar sering tidak relevan dengan persoalan kekinian.

Bekas Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Harun Nasution, yang pernah belajar di Fakultas Ushuluddin Al-Azhar pada 1940-an, mengatakan pendidikan di Al-Azhar sudah kuno karena lebih menekankan aktivitas menghafal. ”Tak boleh melawan pendapat dalam buku wajib,” katanya.

Nurcholish Madjid berpendapat serupa. ”Universitas Al-Azhar itu mirip pesantren,” ucapnya. Alumnus Pesantren Gontor yang lulus doktor di Universitas Chicago, Amerika Serikat, itu malah mengatakan kualitas intelektual Islam di Mesir sebenarnya telah merosot sejak abad ke-13.

Kritik lebih keras muncul dari Abbas Pulungan, dosen di Fakultas Tarbiyah IAIN Medan. Menurut dia, Al-Azhar tidak layak jadi kiblat IAIN karena mutu pendidikan di sana tidak lebih tinggi dibanding IAIN. Satu-satunya nilai lebih belajar di Al-Azhar, dia melanjutkan, adalah makin fasih berbahasa Arab. ”Belajar di sana pulangnya menguasai bahasa Arab. Tapi itu kan hal biasa,” kata pria yang pernah menolak tawaran untuk belajar ke Kairo itu.

Sebagian kalangan lain berpendapat berbeda. Salah satunya Quraish Shihab. Ahli tafsir lulusan Al-Azhar pada 1982 itu menilai pola pendidikan Al-Azhar sudah modern. ”Dosen-dosen saya di Al-Azhar sangat terbuka,” ujar Quraish, yang kala itu telah menjadi dosen di IAIN Jakarta.

Banyak mendapat dukungan, Menteri Munawir jalan terus. Sebagai langkah awal, ia merangkul Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk membiayai 30 sarjana IAIN belajar ke Amerika. ”Bukan untuk belajar agama, melainkan belajar bagaimana cara berpikir,” katanya. Tentu kebijakan itu juga disertai perombakan kurikulum.

Urusan bahasa juga bikin pusing. Setidaknya 14 IAIN di seluruh Indonesia perlu menyiapkan sarjana yang tak hanya menguasai bahasa Arab, tapi juga Inggris. ”Itu yang repot,” kata Hasbi A.R., Rektor IAIN Medan. ”Dari 70 dosen tetap di sini, hanya dua yang benar-benar fasih berbahasa Inggris.”

Liputan Tempo 30 November 1985, dikutip dari Majalah Tempo Edisi 14-20 Oktober 2013.

ShareTweetSendShare

Related Posts

Teknologi Tambang Emas Tradisional di Aceh: Beuriyeung Theun Meuh atau Lukah
Opini

Teknologi Tambang Emas Tradisional di Aceh: Beuriyeung Theun Meuh atau Lukah

October 17, 2025
Emas Berdarah: Kisah Pencari Emas dari Perancis Yang Terbunuh di Hutan Aceh
Sejarah

Emas Berdarah: Kisah Pencari Emas dari Perancis Yang Terbunuh di Hutan Aceh

October 14, 2025
Kedai Kopi Pertama di Aceh: Antara Pengaruh Ottoman dan Budaya Perantauan Tionghoa
Daerah

Sejarah Kopi Ulee Kareng, Lam Ateuk dan Budaya Ngopi di Banda Aceh

October 13, 2025
Bangunan Bersejarah yang Hilang di Kota Banda Aceh
Sejarah

Bangunan Bersejarah yang Hilang di Kota Banda Aceh

October 8, 2025
Ali Moertopo dan Peran Militer dalam Politik Indonesia (I)
Politik

Ali Moertopo dan Operasi Khusus (Opsus) di Masa Orde Baru

October 4, 2025
Hasan Tiro Disebut Pernah Terlibat dengan CIA dalam Sebuah Dokumen
News

Hasan Tiro Disebut Pernah Terlibat dengan CIA dalam Sebuah Dokumen

September 28, 2025
Next Post
Gudang Es Krim Aice di Lhokseumawe Terbakar, Api Diduga Berasal dari Tumpukan Box Freezer

Gudang Es Krim Aice di Lhokseumawe Terbakar, Api Diduga Berasal dari Tumpukan Box Freezer

Boh Gaca: Warisan Inai dalam Budaya Tradisi Perkawinan dan Penolak Bala di Aceh 

Boh Gaca: Warisan Inai dalam Budaya Tradisi Perkawinan dan Penolak Bala di Aceh 

Discussion about this post

Recommended Stories

Syech Muharram Sebut Bahan Baku Aceh Besar Melimpah, Tapi Produksi Semen Minim

Syech Muharram Sebut Bahan Baku Aceh Besar Melimpah, Tapi Produksi Semen Minim

October 25, 2025
Aceh Street Food Festival 2025: Di Balik Setiap Rasa, Ada Cerita

Aceh Street Food Festival 2025: Di Balik Setiap Rasa, Ada Cerita

November 25, 2025
Santun, Bersahaja, Berilmu: Tgk. Zulfahmi dari Cot Kupok ke Doktor Terbaik UAC

Santun, Bersahaja, Berilmu: Tgk. Zulfahmi dari Cot Kupok ke Doktor Terbaik UAC

September 25, 2025

Popular Stories

  • Tingkat Pengangguran Usia Muda Tinggi, Indonesia Berjuang Ciptakan Lapangan Kerja

    Prabowo Segera Bentuk Tim Reformasi Polri, Bentuk Juga Komisi Investigasi Insiden Agustus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji PPPK Aceh Macet Hampir 4 Bulan, Ribuan ASN Hidup dengan Utang Karena APBA-P Tak Kunjung Jelas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tak Kunjung Dapat Kerja di Aceh, Hendra Nekat Merantau ke Australia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Review Laporan Keuangan Bank Aceh Syariah (I) ; Triliunan Dana Diinvestasikan ke Luar Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • TINJAUAN.ID
  • Pedoman Media Siber
Email: redaksi.tinjauan@gmail.com

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Daerah
  • Nasional
  • Dunia
  • Ekonomi
  • Politik
  • Opini
  • Sejarah
  • Editorial
  • Pojok Ekraf
  • Contact Us

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?