Jumlah kerugian dalam kasus korupsi Pertamina yang melibatkan Riza Chalid ini berjumlah 285 triliun rupiah.
JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Mohammad Riza Chalid dan delapan orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi PT Pertamina (Persero). Dalam kasus ini, Riza Chalid adalah benefit official PT Orbit Terminal Merak.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkap delapan tersangka lainnya adalah Alfian Nasution selaku VP Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina 2011-2015, Hanung Budya Yuktyanta selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014.
Kejagung juga menjabarkan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina yang melibatkan Riza Chalid. Total kerugian mencapai Rp 285 triliun.
Duduk Perkara Korupsi Pertamina
Kejagung menjelaskan duduk perkara kasus sehingga Riza Chalid dinyatakan sebagai tersangka korupsi Pertamina.
“Dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak yang pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan penambahan penyimpanan stok BBM,” kata Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Kamis (10/7), dikutip dari CNN.
“Kemudian menghilangkan skema kepemilikan terminal BMM Merak dalam kontrak kerja sama serta menetapkan harga kontrak yang sangat tinggi,” ujarnya menambahkan.
“Berdasarkan hasil perhitungan yang sudah dipastikan jumlahnya, itu totalnya Rp 285.017.731.964.389,” kata Abdul Qohar,
Jumlah kerugian dalam kasus korupsi Pertamina ini menjadi 285 triliun. Bertambah dari angka yang sebelumnya diumumkan Kejagung. Sebelumnya disebutkan kerugian dalam kasus tersebut senilai Rp 193,7 triliun.
Tersangka selanjutnya, Toto Nugroho selaku VP Integrated Supply Chain VP Crude and Product pada kantor pusat Pertamina pada 2018-2020. Kemudian, Arief Sukmara selaku eks Direktur Gas, Petrochemical and New Business Pertamina Internasional Shiping. Lalu, Dwi Sudarsono (DS), VP Product Trading ISC Pertamina pada 2019-2020.
Tersangka keenam adalah Hasto Wibowo selaku mantan SVP Integated Suplly Chain periode pada 2018-2020, Martin Haendra Nata selaku Business Development Manager PT Travigura periode pada 2019-2021, dan Indra Putra Harsono selaku Business Development Manager Mahameru Kencana Abadi.
Dari sembilan orang tersangka, dilakukan penahanan terhadap delapan orang untuk 20 hari ke depan mulai 10 Juli 2025 atau hari ini,” kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (10/7/2025).
Qohar menjelaskan, satu tersangka yang tidak dilakukan penahanan adalah Mohammad Riza Chalid. Hal itu lantaran hingga kini tidak diketahui di mana keberadaannya.
“Jadi dia sekarang keberadaannya diduga tidak di dalam Indonesia. Namun demikian, penyidik sudah memanggil dengan patut. Sampai hari ini, yang bersangkutan tidak pernah menghadiri panggilan tersebut,” tutur Qohar.
Menurut Qohar, koordinasi dengan perwakilan kejaksaan di luar negeri sudah dilakukan untuk upaya menghadirkan Mohammad Riza Chalid. Namun, Qohar enggan juga membeberkan apakah benar saudagar minyak itu berada di Singapura.
Kesembilan tersangka pun dijerat pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 Jo pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Siapa Riza Chalid?
Nama Riza Chalid tak asing di dunia bisnis perminyakan. Menurut keterangan Kejaksaan Agung Riza Chalid merupakan Beneficial Owner (BO), alias pengendali utama sekaligus penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal.

Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang sudah lebih dulu menjadi tersangka dalam kasus yang sama.
Mengutip dari Antara, Kamis (10/7/2025) Riza Chalid adalah seorang pengusaha Indonesia yang menjalankan bisnis di berbagai sektor, mulai dari ritel mode, perkebunan sawit, industri minuman, hingga perdagangan minyak bumi.
Sosok yang mendapatkan julukan “Saudagar Minyak” atau “The Gasoline Godfather” itu lahir pada tahun 1960. Dia aktif dalam bisnis impor minyak melalui anak perusahaan PT Pertamina, yaitu Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Pada tahun 1985, ia menikah dengan Roestriana Adrianti atau yang akrab disapa Uchu Riza.
Lantaran dominasi Riza Chalid dalam dunia impor minyak, dia memang kerap dikaitkan dengan berbagai kontroversi bisnis perminyakan, khususnya terkait Petral yang berbasis di Singapura. Bisnis minyak yang dijalani selama ini ditaksir meraih US$ 30 miliar per tahun.
Sementara kekayaannya disebut-sebut mencapai US$ 415 juta. Angka tersebut menjadikannya sebagai orang terkaya ke-88 dalam daftar Globe Asia tahun 2015.
Dalam pengumuman kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Riza Chalid disebut-sebut tidak berada di Indonesia.
Sumber: tirto.id, detik.com, CNN.
Discussion about this post