Ngopi Aceh Damai merupakan salah satu program strategis Badan Kesbangpol Aceh di bidang kewaspadaan nasional dan penanganan konflik.
Banda Aceh – Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh, Iqbal Tawakkal, S.STP., M.Eng, secara resmi membuka kegiatan Ngopi Aceh Damai II Tahun 2025 yang berlangsung di Aula Badan Kesbangpol Aceh, Rabu (29/10/2025).
Dalam sambutannya, Iqbal menyampaikan bahwa kegiatan Ngopi Aceh Damai merupakan salah satu program strategis Badan Kesbangpol Aceh di bidang kewaspadaan nasional dan penanganan konflik. Tujuannya untuk memperkuat semangat kebersamaan serta menjaga nilai-nilai perdamaian Aceh pascakonflik yang telah terbangun selama dua dekade terakhir.
“Melalui forum santai namun bermakna ini, kita berharap dapat memperluas ruang dialog, mempererat komunikasi lintas sektor, dan menumbuhkan kesadaran sensitif terhadap potensi konflik di Aceh,” ujarnya.
Iqbal juga mengajak seluruh elemen dimulai dari pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, ormas/LSM, dan generasi muda untuk terus berkolaborasi menjaga perdamaian Aceh yang maju dan bermartabat.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber Dr. Wiratmadinata, SH., MH (Ketua FKPT Aceh), Dr. Usman Lamreung, M.Si (Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Abulyatama Aceh), dan Haekal Afifa, S.IP (Ketua Institut Peradaban Aceh), dengan Dr. Jummadil Saputra, SH., MH sebagai moderator.
Kegiatan yang diikuti oleh kalangan pemuda, mahasiswa dan unsur ormas ini bertujuan menumbuhkan daya kritis serta membangun kerangka berpikir masyarakat agar bangsa Indonesia semakin maju dan berkembang dalam peradaban yang baik.
Dalam paparannya, Dr. Wiratmadinata menegaskan bahwa Indonesia merupakan bangsa besar dengan lebih dari 17 ribu pulau dan 700 suku yang bersatu dalam satu negara. “Walaupun begitu, kita tetap bersatu yang berangkat dari primordialisme menuju konstitusionalisme,” tegasnya.
Sementara itu, Haekal Afifa menyoroti tema etnonasionalisme ke-Acehan dalam nasionalisme Indonesia. Ia menyatakan tidak sepakat jika keduanya digabungkan, karena menurutnya, “keduanya sama, namun berbeda.”
“Selama ini tanpa kita sadari, semangat etnonasionalisme Aceh telah mewarisi semangat nasionalisme Indonesia dalam memperlakukan suku bangsa. Contoh kecil, ketika menerima tamu, mengapa hanya tari Ranup Lampuan yang ditampilkan, padahal ada tari Guel dari Gayo dan tari Piring dari Aceh Tamiang,” ungkap Haekal.
Menurutnya, semangat etnonasionalisme yang adil dan setara dalam memperlakukan seluruh suku bangsa harus menjadi jiwa baru dalam membangun peradaban Aceh yang inklusif.
Diskusi berlangsung hidup dan dinamis, dengan berbagai pertanyaan kritis dari peserta yang berasal dari kalangan mahasiswa dan ormas, dijawab secara lugas dan mendalam oleh para narasumber.
Kegiatan Ngopi Aceh Damai II Tahun 2025 ini menjadi wadah penting untuk memperkuat semangat dialog, refleksi, dan kolaborasi lintas generasi demi menjaga perdamaian dan keutuhan sosial di Bumi Serambi Mekkah.[]













Discussion about this post