Oleh: Jabal Ali Husin Sab*
Fauzan Febriansyah mengabari saya bahwa akan diadakan diskusi mengenai literasi digital. Pembicaranya adalah Nezar Patria , putra Aceh yang hari ini menjabat Wakil Menteri Kominfo. Meski belum pernah bertemu, nama Nezar tak asing bagi saya, setidaknya bagi generasi sepantaran saya, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam dunia aktivisme di kampus.
Dia adalah sosok aktivis ’98 yang cukup terkenal. Kemudian ia mendedikasikan dirinya di dunia jurnalistik sebagai wartawan Tempo.
Karir profesionalnya di media cukup meyakinkan. Ia pun pernah menjadi Editor in Chief di surat kabar berbahasa Inggris ternama Indonesia, The Jakarta Post. Nezar juga pernah menjadi anggota Dewan Pers. Suatu pencapaian tinggi bagi mereka yang berprofesi sebagai jurnalis.
Saya juga sempat membaca buku karya Nezar yang membedah pemikiran tokoh Marxis asal Italia Antonio Gramsci berjudul Negara dan Hegemoni. Buku itu milik Shaivannur, seorang teman yang juga junior saya di kampus Fisip USK.
Dari bacaan buku ini yang hanya sempat saya baca beberapa halaman, karena saya belum memilikinya, rasa kagum saya terhadap Nezar bertambah. Ia bukan hanya seorang aktivis dan jurnalis. Nezar juga adalah seorang intelektual. Narasinya dalam buku itu rapi, bahasanya apik, renyah dibaca meski buku tersebut merupakan buku teoritis.
Ia fasih sekali membedah pemikiran Marxis di Italia dan menjelaskan corak pemikiran Gramsci yang membedakannya dengan tokoh Marxis lain. Sesuatu yang kala itu masih asing bagi saya.
Hubungan antara negara dan hegemoni bukan hanya ia kuasai secara teoritis dari pemikiran Gramsci, tapi pernah ia rasakan sendiri di bawah jerat besi rezim Orde Baru yang ia lawan dan tumbangkan. Nezar sendiri adalah tokoh yang terlibat dalam rekayasa sosial untuk menciptakan sebuah counter hegemony melawan Orde Baru yang akhirnya tumbang.
***
Setelah beberapa waktu kami duduk dan berbincang di pelataran museum tsunami bersama Mirza Ardi dan Teuku Raja Muda D-Bentara, tak lama akhirnya Nezar datang. Ia tampak dengan perawakan yang sederhana. Tidak terlihat pengawalan ketat ala pejabat negara. Ia mengenakan kemeja lengan pendek, terlihat lumayan santai. Turun dari mobil, Nezar langsung menyalami kami para hadirin dengan ramah. Ia tersenyum kepada setiap orang yang disalami.
Ketika memasuki materi pembahasan diskusi, saya tidak merasa mendengar dari pemaparan seorang pejabat negara. Lebih terkesan seperti mendengar kuliah akademis bagi saya. Nezar dengan fasih menjelaskan perubahan dunia selama 100′ an tahun terakhir khususnya di abad ke-20. Ia tidak hanya menjelaskan tentang perubahan politik dimana muncul ideologi-ideologi baru. Ia menjelaskan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, lahirnya teori-teori baru dalam sains yang mengubah total kehidupan kita hari ini.
Ketika membahas tentang artificial intelligence (AI), Nezar memaparkan tentang tantangan kecerdasan buatan ini dan pendapat para ahli yang terbagi dalam beberapa pendapat megenai apa yang harus kita lakukan menghadapi tantangan AI yang telah menciptakan disrupsi luar biasa.
Nezar menyebut satu judul buku berjudul Atlas of AI yang ditulis oleh Kate Crawford. Buku ini dipilih oleh Financial Times sebagai buku terbaik mengenai teknologi tahun 2021. Yang bisa saya tangkap, Nezar ketika menerima jabatan Wamen Kominfo, ia telah lebih dulu mempelajari apa yang nantinya akan ia hadapi ketika mengisi posisi ini.
Dari pemaparannya, saya bisa merasakan bahwa Nezar telah dengan baik menguasai bahasan-bahasan terkait teknologi informasi, AI dan digitalisasi. Tentu keberadaan Nezar di Kominfo dengan kecakapan dan pengetahuannya, sangat membantu kerja-kerja kementerian di bawah pimpinan Budi Arie Setiadi ini.
***
Momen Nezar pulang kampung kali ini, ia meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan anak-anak muda dan mengunjungi tiga kampus terbesar di kota Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, UIN Ar-Raniry dan Universitas Muhammadiyah.
Kunjungan ke kampus-kampus oleh seorang putra Aceh yang telah sukses berkarir di Jakarta, bagi saya begitu penting. Anak-anak muda Aceh memang sedang butuh sosok yang bisa mereka jadikan inspirasi, contoh dan success story nya bisa memberikan motivasi.
Di tengah keadaan ekonomi Aceh yang belum begitu baik, sempitnya peluang mendapatkan pekerjaan, serta kendala-kendala yang dihadapi anak muda yang ingin berwirausaha, kehadiran Nezar menjadi berarti. Ia bisa menjadi pemantik semangat anak muda Aceh untuk berjuang dan meraih kesuksesan. Dengan posisinya di Kominfo, Nezar membawa tema digitalisasi sebagai ladang baru bagi anak muda Aceh.
Tentu saya berharap anak-anak muda kita bisa memperoleh kesempatan untuk terjun ke ranah ekonomi digital, memanfaatkan digitalisasi sebagai instrumen yang dapat mendorong kemajuan di segala sektor. Mulai dari kewirausahaan, hingga lahirnya inovasi dalam ilmu pengetahuan.
Kehadiran Nezar di Aceh membawa harapan dan semangat baru, khususnya bagi generasi muda.
Penghujung Oktober 2023.
*Redaktur tinjauan.id