Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
No Result
View All Result
Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
Home Opini

Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

TINJAUAN ID by TINJAUAN ID
August 4, 2025
Reading Time: 3 mins read
0
Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

Tgk. Abdul Muhaimin, S.Sos., M.H, guru dayah dan alumni magister hukum.

Tulisan “Masih Adakah Ulama Alumni Dayah?” sebenarnya bisa menjadi sangat bagus jika ditulis dengan semangat memperkuat, bukan merendahkan. Sayangnya, tulisan tersebut justru mencerminkan kebingungan arah berpikir dan kegagalan memahami kedalaman makna ulama dalam tradisi keilmuan Islam.

Oleh: Tgk. Abdul Muhaimin, S.Sos., M.H

Sebuah tulisan opini berjudul “Masih Adakah Ulama Alumni Dayah?” yang ditayangkan oleh sebuah media pada tanggal 31 Juli 2025 cukup menarik perhatian saya, tapi bukan karena kualitas isinya yang mencerahkan, melainkan karena kekaburan arah dan kecenderungan menyudutkan lembaga keulamaan di Aceh, dayah, secara tidak proporsional.

Jujur saya katakan, membaca tulisan tersebut justru membuat saya bertanya-tanya: apakah penulisnya memang tidak tahu apa yang ingin ia sampaikan, sehingga akhirnya menulis sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditulis? Tulisan tersebut nyaris tidak memiliki pijakan data yang kuat, tidak jelas batasan istilahnya, dan pada beberapa bagian justru menyesatkan pembaca dalam memahami realitas eksistensi ulama di tengah masyarakat kita.

Salah satu pernyataan yang sangat perlu diluruskan adalah klaim bahwa ulama alumni dayah semakin sedikit atau tidak dikenal lagi oleh publik. Narasi ini terasa terburu-buru, bahkan sembrono, karena tidak disertai pembacaan objektif terhadap dinamika pendidikan dayah dan kontribusi alumni-nya dalam berbagai bidang kehidupan.

Padahal faktanya, Aceh hari ini memiliki lebih dari 1.300 dayah aktif, termasuk Ma’had Aly, yang menjadi simbol pengakuan negara terhadap keilmuan dayah. Lulusannya kini bisa menjadi dosen, ASN, bahkan pemimpin institusi.

Tak sedikit dari mereka yang menempuh pendidikan hingga jenjang doktoral, baik di dalam maupun luar negeri. Ini membuktikan bahwa tafaqquh fiddin tidak lagi terkungkung di satu ruang sempit, tetapi telah bersinergi dengan dunia akademik modern.

Jika publik tidak mengenal satu dua nama ulama, itu bukan berarti para ulama tidak ada. Bisa jadi, kita sendiri yang gagal memperkenalkan mereka. Namun menyimpulkan bahwa ulama alumni dayah semakin hilang hanya karena tidak populer di media sosial atau dunia politik, adalah kesimpulan yang terlalu gegabah.

Kita perlu membedakan antara popularitas dan integritas. Ulama sejati seringkali menjauh dari hiruk-pikuk panggung kekuasaan. Mereka sibuk mengajar, membina akhlak generasi muda, menjaga khazanah kitab kuning, dan menjadi penopang moral di tengah derasnya arus materialisme.

Tidak semua ulama aktif memburu panggung. Bahkan, dalam tradisi keilmuan kita, menjauhi sorotan dunia adalah bentuk kerendahan hati seorang alim.

Sebaliknya, mempertanyakan eksistensi ulama hanya karena tidak tampil di ruang politik atau publikasi mainstream, sama saja kita menilai ikan berdasarkan kemampuannya memanjat pohon.

Saya menyayangkan gaya penulisan opini tersebut yang cenderung spekulatif dan tidak akademis. Istilah “ulama alumni dayah makin hilang” atau “tak lagi dikenali masyarakat” dipakai tanpa landasan riset.

Bahkan, dalam beberapa bagian, tulisan itu terkesan memaksakan logika sendiri, seolah ingin menciptakan kegelisahan publik terhadap institusi dayah, namun tidak menawarkan solusi yang bernas.

Ironisnya, tulisan ini muncul di tengah gelora kebangkitan kembali peran dayah di Aceh. Beberapa tokoh alumni dayah kini duduk di posisi strategis, baik di legislatif maupun eksekutif. Banyak pula yang menggerakkan sektor pendidikan dan ekonomi berbasis pesantren. Apakah itu tidak cukup menjadi bukti?

Jika penulis ingin menawarkan kritik konstruktif terhadap sistem pendidikan dayah, tentu akan lebih baik jika dimulai dengan data, dialog, dan pemahaman yang benar. Bukan malah menyudutkan secara insinuatif.

Lebih bijak lagi, jika tulisan seperti ini mampu membangkitkan motivasi dan semangat generasi muda untuk belajar di dayah, bukan malah meragukan masa depannya.

Sebagai guru dayah dan bagian dari keluarga besar alumni dayah, saya tidak anti terhadap kritik. Bahkan saya sangat terbuka terhadap evaluasi dan masukan untuk kemajuan institusi keilmuan kita.

Namun kritik yang baik seharusnya disampaikan dengan niat yang benar, metode yang sahih, dan narasi yang memuliakan ilmu, bukan justru menanamkan benih pesimisme terhadap lembaga yang telah menjadi pelita keilmuan umat selama berabad-abad.

Penulis opini haruslah bijak, berpengetahuan, dan bertanggung jawab. Jangan menulis hanya karena ingin menulis. Jangan memancing kontroversi hanya demi engagement. Apalagi dengan mengorbankan martabat ulama dan institusi warisan peradaban Islam seperti dayah.

Tulisan “Masih Adakah Ulama Alumni Dayah?” sebenarnya bisa menjadi sangat bagus jika ditulis dengan semangat memperkuat, bukan merendahkan. Sayangnya, tulisan tersebut justru mencerminkan kebingungan arah berpikir dan kegagalan memahami kedalaman makna ulama dalam tradisi keilmuan Islam.

Maka, jika kita bertanya “masih adakah ulama alumni dayah?”, barangkali lebih tepat kita balikkan: “masih adakah penulis yang bijak dan memahami nilai-nilai luhur keulamaan hari ini?”

*Guru Dayah dan Alumni Program Magister Hukum.

Continue Reading
Tags: AcehDayahinstitusi pendidikan IslamPendidikan IslamTgk. Abdul MuhaiminUlama
ShareTweetSendShare

Related Posts

Ketika Opini “Masih Adakah Ulama Alumni Dayah” Memasuki Wilayah Kebenaran Baru
Opini

Ketika Opini “Masih Adakah Ulama Alumni Dayah” Memasuki Wilayah Kebenaran Baru

August 5, 2025
Boh Gaca: Warisan Inai dalam Budaya Tradisi Perkawinan dan Penolak Bala di Aceh 
Opini

Boh Gaca: Warisan Inai dalam Budaya Tradisi Perkawinan dan Penolak Bala di Aceh 

August 3, 2025
Identitas Muslim yang Hilang: Ketika Umat Lebih Tertunduk daripada Menundukkan
Oase

Identitas Muslim yang Hilang: Ketika Umat Lebih Tertunduk daripada Menundukkan

August 1, 2025
Konflik Thailand-Kamboja, Mediasi, dan Skenario Kedua Negara
Opini

Konflik Thailand-Kamboja, Mediasi, dan Skenario Kedua Negara

July 30, 2025
Polemik Musda Golkar Aceh, Antara Kader Murni dan Putusan Diskresi
Opini

Polemik Musda Golkar Aceh, Antara Kader Murni dan Putusan Diskresi

July 28, 2025
Sejak Tahun 1978, 22 HGU Menguasai Aceh Utara
Opini

Sejak tahun 1978 ada 22 HGU Menguasai Aceh Utara, Akankah Tahun 2028 Aceh Utara Bebas HGU?

July 28, 2025
Next Post
Soal Fenomena Bendera One Piece, Pakar Komunikasi UMY Beri Pandangan Tafsir Semiotika

Soal Fenomena Bendera One Piece, Pakar Komunikasi UMY Beri Pandangan Tafsir Semiotika

Kantor Inspektorat Aceh Besar Digeledah Jaksa

Kantor Inspektorat Aceh Besar Digeledah Jaksa

Discussion about this post

Recommended Stories

Kawasan Bebas Sabang Butuh Atensi Presiden Prabowo

Kawasan Bebas Sabang Butuh Atensi Presiden Prabowo

July 27, 2025

Hadiri HUT PKS, AHY: ekonomi memburuk, utang membengkak jadi tantangan jika Anies Presiden

May 21, 2023
Alumni Golkar Institute Dukung Penuh Diskresi Ketum Golkar untuk Bustami Hamzah: Musda Aceh adalah Keniscayaan 

Alumni Golkar Institute Dukung Penuh Diskresi Ketum Golkar untuk Bustami Hamzah: Musda Aceh adalah Keniscayaan 

July 6, 2025

Popular Stories

  • Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

    Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tak Kunjung Dapat Kerja di Aceh, Hendra Nekat Merantau ke Australia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara (Suara dari Blang Padang untuk Keadilan Syariat)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kedai Kopi Pertama di Aceh: Antara Pengaruh Ottoman dan Budaya Perantauan Tionghoa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fraksi Partai Demokrat Soroti Tantangan Pembangunan Aceh dalam Pendapat Akhir atas Pertanggungjawaban APBA 2024

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • TINJAUAN.ID
  • Pedoman Media Siber
Email: redaksi.tinjauan@gmail.com

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Dunia
  • Nasional
  • Regional
  • Politik
  • Opini
  • Contact Us

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?