Judi Sebuah ancaman senyap nan berbahaya kini merayap masuk ke pelosok desa-desa di Aceh, jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Judi online yang sebelumnya seringkali diasosiasikan dengan kaum urban, kini telah merambah hampir ke seluruh penjuru provinsi, membayangi masa depan generasi muda Aceh.
Apa yang dulunya merupakan aktivitas tersembunyi, kini menjadi rahasia umum yang mengkhawatirkan. Judi online punya sejumlah dampak buruk bagi individu, keluarga, dan tatanan sosial masyarakat.
Godaan uang instan, yang diperkuat oleh promosi agresif di internet dan kemudahan akses melalui ponsel pintar, terbukti sulit ditolak bagi banyak pemuda di Aceh. Dari pelajar hingga petani muda dan buruh, individu dari berbagai latar belakang terperangkap dalam jebakan digital ini.
Permainan-permainan seperti slot, poker, hingga taruhan olahraga dirancang untuk membuat ketagihan, seringkali memberikan kemenangan kecil di awal yang kemudian menjerat pemain hingga menguras habis uang dan harapan mereka.
“Sudah di mana-mana sekarang,” ujar seorang tokoh masyarakat dari sebuah desa di Pidie yang enggan disebut namanya.
“Kamu lihat anak-anak muda, yang baru lulus SMA, terpaku pada ponsel mereka, kadang semalaman, mencoba menang. Mereka pinjam uang, jual barang-barang, dan abaikan sekolah atau pekerjaan. Sedih sekali melihatnya,” terangnya.
Dampak judi online juga terjadi pada rumah tangga Maulana dan Intan, bukan nama sebenarnya. Rumah tangga Maulana dan Intan yang dulu harmonis kini porak-poranda. Semua berawal saat Maulana dikenalkan judi online oleh teman lamanya. Awalnya hanya iseng, coba-coba, lalu berubah jadi candu. Malam-malamnya dihabiskan di depan ponsel, jari-jarinya menari di layar, berharap cuan instan.
Intan mulai curiga ketika tagihan menumpuk dan barang berharga di rumah satu per satu raib. Cincin kawin, motor, bahkan laptop anak. Setiap ditanya, Maulana selalu berdalih, “cuma pinjam sebentar.” Namun, kebohongan demi kebohongan terus terungkap. Uang tabungan ludes, bahkan uang SPP anak pun ikut dipakai berjudi.
Pertengkaran tak terhindarkan, terjadi hampir setiap hari. Wulan menangis, memohon Maulana berhenti. Tapi, janji tinggal janji. Maulana sudah terlalu dalam terperosok. Kecanduan telah membutakan mata hatinya. Ia tak peduli lagi pada tangis Intan atau masa depan anak-anak mereka.
Puncaknya, setelah semua nasihat dan upaya Intan sia-sia, ia menyerah. Hati Intan hancur, namun demi menyelamatkan masa depan anak-anak, ia memutuskan untuk berpisah. Pengadilan mengesahkan perceraian mereka. Kini, Maulana kehilangan keluarga, dan Intan harus berjuang sendiri membesarkan anak-anak, dengan luka hati yang dalam akibat jeratan judi online.
Hal ini menjadi fakta yang menyedihkan, perceraian rumah tangga Intan dan Maulana yang benar-benar disebabkan oleh perilaku suami Intan yang kecanduan judi online.

Dampak Psikologis Judi Online
Dampak psikologis judi online sangatlah mendalam dan luas, seperti yang dijelaskan oleh Ana Surti Ariani selaku Ketua Ikatan Psikologi Klinis Indonesia (IPKI). “Judi online memanfaatkan kerentanan seseorang, menawarkan pelarian dari stres harian atau ilusi kendali dan kegembiraan palsu,” ungkap Ana Surti.
“Keuntungan instan dan imbalan yang tidak menentu menciptakan ketergantungan psikologis yang kuat. Dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan kesenangan dan penghargaan, dilepaskan saat berjudi, memicu keinginan kompulsif untuk mengulang perilaku meskipun sudah mengalami kerugian besar.”
Ana Surti lebih lanjut menguraikan bahaya spesifik bagi kaum muda. “Remaja dan dewasa muda sangat rentan karena korteks prefrontal mereka, bagian otak yang bertanggung jawab untuk kontrol impuls dan penilaian risiko, masih dalam tahap perkembangan.”
Mereka mungkin belum sepenuhnya memahami konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka, membuat mereka lebih cenderung terlibat dalam perilaku berisiko seperti berjudi. Paparan konstan terhadap judi online melalui media sosial dan pengaruh teman sebaya semakin menormalisasi aktivitas tersebut, membuatnya terlihat kurang berbahaya dari yang sebenarnya.”
Konsekuensinya, menurut Ana Surti, melampaui kerugian finansial. “Kami melihat peningkatan tingkat kecemasan, depresi, dan bahkan pemikiran untuk bunuh diri di antara mereka yang berjuang dengan kecanduan judi.”
Ini merusak hubungan keluarga, menyebabkan kegagalan akademis atau kehilangan pekerjaan, dan dapat mendorong individu ke dalam kegiatan kriminal untuk mempertahankan kebiasaan mereka. Rasa malu dan bersalah yang terkait dengan kecanduan seringkali menghalangi individu untuk mencari bantuan, sehingga melanggengkan lingkaran setan.”
Judi Online Jadi Ancaman Sosial
Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Nadia Yovani menilai judi daring harus diberantas lantaran merusak mental masyarakat dengan iming-iming probabilitas menang lebih besar.Menurut dia, setiap orang yang mengikuti judi online didasari dengan keinginan menang secara cepat dan mendapatkan uang dengan mudah.
“Karena pemilik judi online juga pasti cari uang. Judi online ini menantang karakter orang yang secara individu ingin coba-coba,” ujar Nadia.
Menurut Nadia, kesan mudah menang ini berhasil membius masyarakat sehingga tercipta dorongan untuk terus mencoba walaupun sudah banyak menelan kekalahan.Kondisi ini diperparah dengan konsep perjudian yang online, sehingga aplikasinya mudah disebarkan ataupun di dapat masyarakat pengguna gadget aktif.
Sampai saat ini sudah 2,1 juta situs judi online ditutup dan Satgas Judi Online dibentuk agar mempercepat pemberantasan judi online. Secara kolektif, maraknya judi online dapat mengubah norma-norma sosial. Jika banyak pemuda di desa terlibat, ada risiko bahwa mencari ‘jalan pintas’ melalui judi akan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah, mengurangi nilai-nilai kerja keras dan integritas.
Ini juga dapat memicu peningkatan angka kriminalitas di desa, mulai dari pencurian kecil hingga penipuan, karena kebutuhan untuk mendanai kebiasaan berjudi. Keamanan dan ketenteraman desa pun terancam.
Dampak jangka panjangnya adalah disintegrasi sosial. Kepercayaan antar-warga melemah, gotong royong memudar, dan generasi muda yang seharusnya menjadi tulang punggung desa justru terjerumus dalam lingkaran kemiskinan dan masalah hukum. Ini adalah pukulan telak bagi keberlanjutan dan kemajuan desa.
Data Transaksi yang Mengkhawatirkan
Meskipun data spesifik transaksi judi online yang terjadi di Aceh tidak tersedia, tren nasional menunjukkan gambaran yang suram, mengindikasikan skala masalah yang sangat besar ini.
Menurut data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), nilai transaksi judi online di Indonesia menunjukkan peningkatan yang mengejutkan selama beberapa tahun terakhir: Di tahun 2021 transaksi terkait judi online diperkirakan mencapai sekitar Rp 57 triliun.
Di tahun 2022 angka ini meningkat signifikan, mencapai hampir Rp 104 triliun. Pada tahun 2023 tren terus menunjukkan kenaikan, dengan laporan transaksi melonjak hingga mencapai Rp 160 triliun. Pada tahun 2024, menurut Menkopolhukam Budi Gunawan, transaksi judi online mencapai hampir 900 triliun.
Pada tahun 2025 PPATK menemukan anak usia 10-16 tahun terlibat judi online sebesar 2,2 miliar. Data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp 2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun.
Angka-angka ini, meskipun mewakili cakupan nasional, tidak dapat disangkal mencerminkan sebagian besar aktivitas yang berasal dari dan berdampak pada daerah-daerah seperti Aceh.
Kemudahan transaksi digital, seringkali melalui akun yang tidak terdaftar atau sistem perbankan bayangan, membuat pelacakan aliran dana ini menjadi tantangan. Volume transaksi yang sangat besar menunjukkan masalah yang merajalela.
Sangat mungkin bahwa sebagian besar dari miliaran rupiah ini disedot dari kantong individu yang rentan, termasuk mereka yang berada di desa-desa di Aceh.
Meskipun Aceh telah lama memiliki Qanun Syariat Islam yang melarang perjudian, sifat digital dari ancaman ini menghadirkan tantangan baru bagi penegakan hukum dan pencegahan.
Masa depan pemuda Aceh berada di ambang batas. Tanpa tindakan cepat dan komprehensif, ancaman senyap judi online akan terus menghancurkan kehidupan dan merusak tatanan masyarakat.
Sudah saatnya ada upaya kolektif untuk merebut kembali masa depan generasi muda Aceh dari cengkeraman bahaya digital ini.
Discussion about this post