Banda Aceh — Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Muhammad Jusuf Kalla, menegaskan bahwa perdamaian di Aceh harus terus dijaga dan diisi dengan pembangunan demi kesejahteraan rakyat.
Hal itu disampaikan saat menerima penghargaan Peace Award dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, sebagai tokoh perdamaian Aceh.
“Tujuan akhir dari perdamaian adalah kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah. Setelah konflik selesai, tantangan berikutnya adalah bagaimana mengelola sumber daya dan membangun sektor-sektor penting seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan perdagangan,” ujar JK dalam pidatonya, Kamis (14/8).
JK mengingatkan, perdamaian tidak datang dengan sendirinya. Ia mencontohkan proses panjang negosiasi antara pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dipengaruhi nya saat menjabat Wakil Presiden pada 2004–2009.
Menurutnya, kunci penyelesaian konflik adalah memahami akar masalah, mengutamakan dialog, dan mencari solusi yang memberi keuntungan bagi semua pihak.
“Selama merdeka, kita belajar bahwa banyak konflik terjadi karena ketidakadilan ekonomi dan sosial. Tidak ada negara maju yang dibiarkan berlarut dalam konflik. Maka penyelesaian harus dilakukan dengan dialog, saling pengertian, dan tujuan bersama,” kata JK.
Ia juga mengungkapkan, momentum bencana tsunami Aceh 2004 menjadi pemicu percepatan perundingan damai. Kesepakatan Helsinki, lanjutnya, memberikan porsi pendapatan migas yang lebih besar bagi Aceh, sebagai wujud keadilan ekonomi yang menjadi salah satu tuntutan utama.
JK berharap generasi muda Aceh dapat melanjutkan warisan perdamaian dengan fokus pada pembangunan dan penguatan sumber daya manusia.
“Perdamaian harus diisi. Jangan hanya berhenti pada tidak adanya konflik, tetapi harus menghasilkan kemajuan yang nyata bagi rakyat Aceh,” tutupnya.
Discussion about this post