Soekaroti sudah masuk ke 800 gerai di Aceh. Setiap hari mereka memproduksi 2.000–4.000 roti. Soekaroti menjadi contoh UMKM yang berkembang dengan baik.
BANDA ACEH – Di sebuah sudut dapur sederhana di Cucum, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar pada Oktober 2021, aroma roti hangat mulai menyebar. Saat itu, Edi Saputra baru saja mengambil alih sebuah usaha roti bernama Raja Roti.
Tanpa pengalaman membuat roti, ia mengganti namanya menjadi PT. Soekaroti Kenyang Bersama. Langkah ini bukan sekadar pergantian merek, tapi awal dari perjalanan penuh tantangan.
“Awalnya saya sama sekali tidak tahu soal roti. Belajar hanya lima bulan. Tapi saya melihat peluang, dan roti ini punya sejarah panjang dalam menggerakkan masyarakat. Revolusi Perancis dan perang Meksiko pun dimotori oleh roti,” kenang Edi.
Belajar dari Nol, Jualan dari Pintu ke Pintu
Tanpa modal pengalaman, Edi memulai cara konvensional, datang langsung ke sekolah, kantin, warung kopi, hingga kios kecil. Satu per satu pintu diketuk. Penawaran sederhana itu perlahan membuahkan hasil.
Kini, empat tahun berselang, Soekaroti sudah masuk ke 800 gerai di Aceh. Setiap hari mereka memproduksi 2.000–4.000 roti, dengan tim beranggotakan 15 orang yang terbagi dalam divisi adonan, produksi, pengemasan, pemanggangan, dan distribusi.
Soekaroti kan nya menjadi contoh UMKM yang berkembang dengan baik. Berbekal tekad dan konsistensi, perusahaan roti ini menjadi UMKM Aceh yang mampu berkembang dan diterima pasar.
“Kuncinya mental. Semua bisnis pasti punya masalah, tapi tidak semua mau mencari solusi. Kita harus punya daya tahan dan bisa membaca pasar,” ujarnya.
Kualitas, Konsistensi, dan Manajemen
Menurut Edi, banyak orang bisa membuat roti, tetapi sedikit yang mampu mengelola bisnis roti dengan manajemen yang solid. Soekaroti menjaga kualitas rasa dengan tingkat barang sisa (BS) hanya 10 persen, serta konsistensi distribusi sehingga produk selalu tersedia di semua gerai.
“Buat saya, menguasai bisnis roti itu bukan cuma soal resep, tapi manajemen dari produksi sampai distribusi, dan tentu mengelola karakter 15 orang karyawan yang berbeda-beda,” kata Edi sambil tersenyum.
Minim Bantuan, Maksimalkan Peluang
Selama empat tahun berdiri, Soekaroti hanya pernah mendapat bantuan dari PT Pema melalui program CSR. Sisanya, semua dijalani mandiri. Namun, Edi tetap melihat pemerintah sudah cukup kooperatif. Ia hanya berharap ke depan bantuan UMKM bisa lebih tepat sasaran dan sesuai kapasitas penerima.
“Kalau seseorang mampu mengelola bantuan senilai 10, jangan diberi 100. Itu malah tidak optimal,” tegasnya.
Mimpi Merambah Pasar Luar Aceh
Meski pondasi bisnisnya belum “sekuat baja”, Edi optimistis. Tahun ini ia menargetkan membuka pasar ke luar Banda Aceh, bahkan ke Bireuen dan provinsi lain jika menemukan mitra yang tepat.
“Soekaroti ini lahir dari keberanian mencoba, walau tanpa pengalaman. Selama ada mental kuat, kemampuan membaca pasar, dan mau turun langsung, kita bisa bertahan,” tutupnya.
Discussion about this post