Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
No Result
View All Result
Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
Home Daerah

Sulit Mendapatkan Pekerjaan di Banda Aceh, Lulusan Sarjana Paling Rentan

TINJAUAN ID by TINJAUAN ID
July 29, 2025
Reading Time: 3 mins read
0
Sulit Mendapatkan Pekerjaan di Banda Aceh, Lulusan Sarjana Paling Rentan

Ketersediaan lapangan kerja di Kota Banda Aceh masih menjadi persoalan serius, terutama di kalangan lulusan perguruan tinggi. Meskipun lowongan kerja tersedia, namun tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja.

BANDA ACEH – Tingkat ketersediaan lapangan kerja di Kota Banda Aceh masih menjadi persoalan serius, terutama di kalangan lulusan perguruan tinggi. Meskipun lowongan kerja tersedia, namun tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja, serta tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan ekspektasi sosial yang melekat.

Aisya (25), warga Emperom, Banda Aceh, adalah satu dari sekian banyak sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan. Ia mengaku telah mencoba mencari kerja sejak lulus dari jurusan Manajemen beberapa tahun lalu. Namun, menurutnya, sebagian besar lowongan kerja yang tersedia tidak sesuai dengan kompetensi dan harapan keluarganya.

“Lowongan memang ada, tapi kebanyakan di kafe atau kerja kasar. Sementara saya lulusan S1 Manajemen. Orang tua saya berharap saya punya pekerjaan yang layak karena sudah menyekolahkan sampai kuliah,” ujar Aisya, Selasa (29/7/2025).

Aisya menilai, ekspektasi orang tua terhadap pekerjaan anak juga menjadi faktor yang membuat banyak lulusan muda di Banda Aceh memilih untuk menunggu pekerjaan “ideal”, ketimbang mengambil pekerjaan di luar bidang mereka.

Sementara itu, Fika (23), lulusan Ilmu Pemerintahan Universitas Syiah Kuala asal Aceh Selatan, sempat mencoba peruntungan dengan berjualan jilbab secara daring selama kuliah. Namun setelah wisuda, ia memutuskan kembali ke kampung halaman akibat turunnya penjualan dan ketatnya persaingan.

“Banyak yang jual produk serupa, dengan harga lebih murah dan kualitas yang sama. Saya juga sudah cari kerja di Banda Aceh, tapi lowongan sangat sedikit. Akhirnya saya putuskan pulang kampung bantu keluarga,” tutur Fika.

Fenomena meningkatnya angka pengangguran ini turut menjadi perhatian akademisi. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. Hafas Furqani menilai, ketimpangan antara jumlah lulusan dan ketersediaan lapangan kerja menjadi penyebab utama tingginya angka pengangguran di Banda Aceh.

“Lowongan kerja masih sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah pencari kerja yang setiap tahun terus bertambah. Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Kota Banda Aceh,” jelas Hafas.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Ar-Raniry Dr. Hafas Furqani.

Pengembangan Ekonomi Urban Berbasis Industri Kreatif

Menurut Hafas, Banda Aceh sebagai kota berbasis ekonomi urban, seharusnya mengembangkan sektor jasa dan industri kreatif, seperti perhotelan, transportasi, IT, perdagangan, dan digital marketing. Namun sejauh ini, belum ada terobosan signifikan untuk mendorong pertumbuhan sektor tersebut.

“Pemerintah kota harus aktif menggandeng mitra dan investor agar tertarik menanamkan modalnya di Banda Aceh. Tanpa investasi, lapangan kerja baru tidak akan tercipta,” tegasnya.

Ia juga menyoroti ketidaksesuaian antara kurikulum pendidikan tinggi dan kebutuhan industri sebagai penyebab banyaknya lulusan yang tidak terserap pasar kerja.

“Kalau masih pakai pendekatan pendidikan lama, ya lulusan kita akan sulit bersaing. Kurikulum, metode pengajaran, dan teknologi pembelajaran harus segera disesuaikan dengan kebutuhan zaman,” kata Hafas.

Terkait program Banda Aceh Akademi yang diluncurkan pemerintah kota baru-baru ini, Hafas menilai inisiatif tersebut sudah berada di jalur yang tepat. Menurutnya, program itu dapat menjadi pintu masuk pengembangan ekonomi kreatif dan pelatihan keterampilan berbasis kebutuhan industri.

“Generasi muda saat ini harus dibekali skill tambahan. Akademi ini bisa menciptakan talenta baru yang siap kerja, terutama jika ada dukungan nyata dari sektor swasta,” jelasnya.

Ia menyebut sektor ekonomi kreatif dan UMKM sebagai sektor paling potensial menyerap tenaga kerja dalam lima tahun ke depan. Namun, menurutnya, UMKM masih terbatas pada permodalan dan keterampilan usaha, sehingga perlu ada dukungan lintas sektor, termasuk dari kampus dan dunia industri.

Lebih lanjut, Hafas mengingatkan pentingnya perubahan pola pikir dari pencari kerja ke pencipta kerja. Menurutnya, pemerintah harus mendorong lahirnya startup dan menyediakan fasilitas seperti co-working space, pelatihan, hingga akses permodalan untuk anak muda yang ingin berwirausaha.

“Anak muda Aceh tidak boleh hanya menunggu pekerjaan datang. Harus berani ambil langkah kreatif dan menciptakan pekerjaan sendiri. Pemerintah perlu menyambut ide-ide itu dengan memberikan ruang dan dukungan nyata,” pungkas Hafas.

Tags: Banda AcehEKonomiindustri kreatifLapangan kerjapengangguran
ShareTweetSendShare

Related Posts

Presiden Prabowo Pimpin Upacara di Batujajar: Lantik Wapanglima TNI, Resmikan Puluhan Satuan Baru
Nasional

Presiden Prabowo Pimpin Upacara di Batujajar: Lantik Wapanglima TNI, Resmikan Puluhan Satuan Baru

August 10, 2025
Prabowo Anugerahi 5 Purnawirawan Gelar Jenderal Bintang 4, Ada Menhan Sjafrie dan Bang Ali!
Nasional

Prabowo Anugerahi 5 Purnawirawan Gelar Jenderal Bintang 4, Ada Menhan Sjafrie dan Bang Ali!

August 10, 2025
Aceh Siap Operasionalkan Koperasi Desa Merah Putih Akhir Oktober
Daerah

Aceh Siap Operasionalkan Koperasi Desa Merah Putih Akhir Oktober

August 10, 2025
Korban Tragedi KKA: Aceh Damai Sudah Sekian Lama, Tapi Kami Masih Luka
News

Korban Tragedi KKA: Aceh Damai Sudah Sekian Lama, Tapi Kami Masih Luka

August 8, 2025
STTIT Gelar Seminar Nasional 2025: Bangun Generasi Inovatif di Era Digital
News

STTIT Gelar Seminar Nasional 2025: Bangun Generasi Inovatif di Era Digital

August 8, 2025
Aceh Targetkan Tuan Rumah MTQ Nasional 2028, Sukses PON Jadi Modal
Daerah

Aceh Targetkan Tuan Rumah MTQ Nasional 2028, Sukses PON Jadi Modal

August 7, 2025
Next Post
Konflik Thailand-Kamboja, Mediasi, dan Skenario Kedua Negara

Konflik Thailand-Kamboja, Mediasi, dan Skenario Kedua Negara

Sejarah Investasi di Aceh Paska Pemberontakan Darul Islam dan Ditutupnya Pelabuhan Bebas Sabang

Sejarah Investasi di Aceh Paska Pemberontakan Darul Islam dan Ditutupnya Pelabuhan Bebas Sabang

Discussion about this post

Recommended Stories

Petani tembakau Aceh Besar terancam rugi akibat maraknya rokok ilegal

Petani Tembakau Aceh Besar Terancam Rugi Akibat Maraknya Rokok Ilegal

August 6, 2025
Abina Muhaimin Peusijuk dan Serahkan Bantuan Rumah Anak Yatim Piatu Bantuan MSA Aceh Utara

Abina Muhaimin Peusijuk dan Serahkan Bantuan Rumah Anak Yatim Piatu Bantuan MSA Aceh Utara

August 1, 2025
Alijullah Hasan Yusuf Hadiri Syarah Budaya di Sigli, Bagikan Kisah Perjalanan Hidup ke Eropa Sigli, 23 Juli 2025 – Komunitas Beulangong Tanoh menggelar kegiatan Syarah Budaya bersama tokoh Aceh, Alijullah Hasan Yusuf, pada Rabu (23/7) sore di balai kayu Pekarangan Warong Kupi Kulam, Sigli. Acara dimulai pukul 16.30 hingga 18.00 WIB dan diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan serta komunitas, termasuk FAMe Pidie dan sejumlah komunitas literasi dan budaya lainnya. Alijullah Hasan Yusuf, atau akrab disapa Pak Ali, merupakan tokoh asal Blang Paseh yang dikenal luas sejak tahun 1970-an melalui kisahnya sebagai “penumpang gelap” menuju Eropa. Kisah tersebut kemudian dibukukan dengan judul Penumpang Gelap dan menjadi titik awal ketenarannya. Dalam kegiatan tersebut, Pak Ali membagikan pengalamannya merantau dari Aceh hingga ke Eropa. Ia bercerita tentang masa kecilnya yang dipenuhi oleh pembacaan Hikayat Aceh di kampung halaman, ketertarikannya terhadap pesawat, hingga akhirnya memberanikan diri naik pesawat sebagai penumpang gelap setelah meneliti kebiasaan orang-orang di bandara saat bekerja di Jakarta. “Waktu kecil saya hanya dengar bunyi pesawat dari kejauhan. Saat melihat langsung pesawat di Kuta Cane, saya cuma bisa berbisik dalam hati: suatu hari saya akan naik pesawat itu, apa pun caranya,” ujar Pak Ali disambut tawa oleh segenap peserta yang hadir. Selain berbagi kisah pribadinya, Pak Ali juga menceritakan pertemuannya dengan sejumlah tokoh nasional, seperti Bung Hatta, Soemitro Djojohadikoesoemo, Daud Beureueh, Hasan Tiro, dan B.J. Habibie. Ia mengungkapkan bahwa Bung Hatta adalah sosok yang menyemangatinya untuk menuliskan kisah hidupnya. “Pak Hatta bilang langsung ke saya, ‘Ali, kamu harus menulis kisah hidupmu. Ini penting untuk generasi muda.’ Itu yang membuat saya mulai serius menulis,” jelas Pak Ali. Dorongan itu melahirkan buku otobiografi Penumpang Gelap yang kemudian banyak dibaca dan dikagumi, termasuk oleh calon istrinya sendiri, yang kelak ia temui dan nikahi di Indonesia. Sementara itu, pertemuannya dengan B.J. Habibie terjadi di sebuah bukit di Paris, di mana Pak Ali dan Mantan Presiden Indonesia ke-3 itu berdiskusi panjang mengenai pembangunan Aceh, termasuk rencana menghidupkan kembali jalur kereta api Aceh yang belum sempat terwujud. “Pak Habibie bilang ke saya, dia ingin membangun Aceh dengan menghidupkan kembali jalur kereta api. Tapi takdir berkata lain, beliau keburu dilengserkan,” ujar Pak Ali dengan nada haru. Pak Ali hadir di lokasi acara dengan pakaian santai, kaos berkerah putih, celana jeans biru, sepatu putih, lengkap dengan topi dan kacamata. Ia didampingi oleh istrinya, Suryati, serta anak perempuan mereka. Acara yang dipandu langsung oleh Yulia Erni, berlangsung dalam suasana akrab dan penuh antusiasme. Pesertapun terlihat aktif menyimak dan berebutan untuk melayangkan pertanyaan yang bermuara dialog panjang. Di penghujung ceritanya tadi, Pak Ali menyampaikan pesan yang menjadi inti dari perjalanan hidupnya sekaligus warisan pemikiran yang ingin ia tularkan kepada generasi muda, “Kita harus berani merantau, menulis, dan membaca,” Menurutnya, tiga hal sederhana ini merantau, menulis, dan membaca adalah kunci yang telah membuka banyak pintu dalam hidupnya. Merantau mengajarkannya tentang dunia dan keberanian, menulis membuatnya diingat dan dikenang, sementara membaca membentuk cara pandangnya terhadap kehidupan. “Merantau membuat saya berani keluar dari kampung, dari zona nyaman. Menulis membuat saya bisa merekam hidup saya, dan membaca membuat saya mengerti hidup orang lain,” jelasnya. Pak Ali berharap agar generasi muda Aceh, khususnya peserta yang hadir hari itu, tidak ragu untuk bermimpi besar, dan menjelajah dunia.

Alijullah Hasan Yusuf Hadiri Syarah Budaya di Sigli, Bagikan Kisah Perjalanan Hidup ke Eropa

July 23, 2025

Popular Stories

  • Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

    Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tak Kunjung Dapat Kerja di Aceh, Hendra Nekat Merantau ke Australia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara (Suara dari Blang Padang untuk Keadilan Syariat)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kedai Kopi Pertama di Aceh: Antara Pengaruh Ottoman dan Budaya Perantauan Tionghoa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fraksi Partai Demokrat Soroti Tantangan Pembangunan Aceh dalam Pendapat Akhir atas Pertanggungjawaban APBA 2024

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • TINJAUAN.ID
  • Pedoman Media Siber
Email: redaksi.tinjauan@gmail.com

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Dunia
  • Nasional
  • Regional
  • Politik
  • Opini
  • Contact Us

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?