Jepang melakukan agenda reformasi sosial yang radikal dan sistemik untuk dapat mengubah negaranya menjadi negara maju seperti yang kita lihat sekarang.
Saya berkesempatan membaca sebuah buku berjudul Shakai Kaizo. Buku ini ditulis oleh Sussy Ong, dosen di Universitas Indonesia yang meneliti tentang Jepang. Isinya cukup menarik. Buku tersebut bercerita tentang agenda reformasi sosial di Jepang.
Banyak yang salah sangka bahwa Jepang bangkit menjadi negara maju hanya bermodal budaya tradisionalnya semata. Padahal Jepang sendiri telah mengubah budaya tradisionalnya melalui agenda reformasi sosial yang sistematis dan terencana, hingga akhirnya menjadi sebuah bangsa yang maju.
Buku tersebut menjelaskan bagaimana Jepang melakukan agenda reformasi sosial yang radikal dan sistemik untuk dapat mengubah negaranya menjadi negara maju seperti yang kita lihat sekarang. Perubahan mendasar secara sosial kebudayaan di Jepang dimulai sejak reformasi tahun 1919.
Jepang Sebelum Reformasi
Di tahun-tahun sebelum reformasi, Jepang dulu pernah menghadapi berbagai persoalan seperti kondisi ekonomi yang buruk, polemik perubahan sosial dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri, kemiskinan, masalah kesejahteraan warga, perilaku warganya yang tidak produktif, dan lain-lain.
Kebiasaan buruk masyarakat dan kondisi sosial ekonomi yang buruk ternyata bisa diubah dengan agenda reformasi sosial. Agenda ini melibatkan sejumlah pihak di bawah kebijakan pemerintah; melibatkan akademisi, para ahli dan pengusaha. Berbagai lembaga riset dan kajian didirikan untuk memuluskan agenda reformasi sosial tersebut.
Pemerintah Jepang melakukan agenda reformasi melalui kegiatan kampanye dan sosialisasi untuk hidup hemat dan sederhana, menjaga kesehatan dengan jalan kaki, menghindari konsumsi alkohol, menggalakkan makan makanan sehat dan bergizi, menanamkan nasionalisme dan cinta tanah air, berpartisipasi aktif untuk perkembangan dan kemajuan negara, melakukan sosialisasi dengan menggalakkan sikap masyarakat yang mendorong etos kerja, dan lain-lain.
Pendidikan Luar Sekolah
Salah satu penekanan Jepang pada sektor pendidikan yang menjadi bagian dari agenda reformasi sosial adalah dengan memperhatikan pendidikan luar sekolah untuk warganya. Hal ini dilakukan agar masyarakat yang sudah selesai dari jenjang pendidikan tingkat sekolah, dapat terus mendapatkan edukasi dari pemerintah.
Pendidikan luar sekolah dilakukan melalui instrumen diskusi dan kuliah umum, pameran-pameran di museum, dan yang tak kalah penting juga dilakukan melalui film-film yang edukatif.
Pendidikan luar sekolah mempromosikan pola hidup yang positif, mengkampanyekan perilaku, sikap dan etika sosial yang membangun, serta berbagai pengetahuan umum dan penambahan wawasan lain. Salah satu hal yang cukup diperhatikan adalah membentuk etos masyarakat.
Pemerintah Memperhatikan Rekreasi
Hal menarik lainnya yang kita temukan dalam buku ini adalah bahwa pemerintah Jepang saat itu turut memperhatikan perihal rekreasi bagi warganya.
Rekreasi ini ditujukan demi kesehatan mental warga, menghilangkan kelelahan warga, khususnya para buruh dan pekerja di pabrik-pabrik dan perusahaan. Yang tak kalah penting juga, melalui rekreasi, hal ini dapat meningkatkan kembali semangat bekerja para buruh dan karyawan yang telah penat bekerja.
Melalui rekreasi dan hiburan, kelelahan dan rasa penat secara fisik maupun mental dapat dipulihkan. Ternyata hal ini berdampak positif dalam mendorong produktifitas pekerja.
Jepang yang kala itu sudah mulai menjadi negara industri, sangat memperhatikan perihal kesejahteraan buruh, pekerja, dan kehidupan yang baik untuk warganya. Selain memperhatikan soal kelayakan upah dan pemberian tunjangan berdasarkan prestasi kerja, masalah hiburan pun turut diperhatikan.
Pemerintah Jepang mengadakan pagelaran seni, hiburan rakyat, pemutaran film, dan berbagai kegiatan lain sebagai sarana rekreasi bagi warganya. Urusan rekreasi ini dilaksanakan oleh badan khusus milik pemerintah. Pemerintah Jepang saat itu benar-benar serius dalam memperhatikan perihal aspek kesehatan mental warganya.
Mereformasi Masyarakat Aceh
Lalu, jika berkaca dengan kondisi di daerah kita, bisakah agenda reformasi sosial seperti di Jepang diterapkan disini?
Jika melihat pada sisi kebutuhan, masyarakat kita sebenarnya sangat butuh untuk direformasi. Mulai dari membentuk masyarakat yang disiplin, punya etos kerja yang kuat, profesionalitas dalam bekerja, membentuk watak dan karakter yang jujur, berintegritas, amanah dan bertanggung jawab. Juga menggalakkan kreativitas dalam bekerja, mengasah ketrampilan dalam berbagai hal, menggalakkan budaya membaca dan semangat belajar, dan lain-lain.
Bahkan kita perlu mereformasi diri untuk hal yang terkesan sederhana, semisal menjaga kebersihan lingkungan dan fasilitas umum.
Namun di tengah kenyataan hari ini, agenda reformasi sosial seakan mimpi utopia yang tak mungkin terlaksana di Aceh. Hari ini pemerintah daerah kita masih belum selesai dengan dirinya sendiri, belum selesai mereformasi tata kelola pemerintahan dengan baik, belum memperbaiki sistem dan kultur birokrasi yang profesional dan berintegritas, dan masih banyak sekelumit masalah,–baik secara sistem maupun kultur–dalam pemerintahan, yang harus diperbaiki dan dibenahi.
Dengan keadaan demikian, sepertinya mustahil pemerintah daerah kita mengagendakan reformasi sosial seperti di Jepang. Yang paling mungkin dilakukan adalah melakukan reformasi melalui mekanisme kultural, bukan oleh struktur pemerintahan, melainkan dilakukan oleh tokoh-tokoh yang berada di tengah masyarakat, yang memiliki kesadaran dan lebih dulu tercerahkan. Pertanyaannya, mampukah?
Oleh: Jabal Ali Husin Sab
Discussion about this post