Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Liputan Khusus
  • Editorial
  • Pojok Ekraf
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Liputan Khusus
  • Editorial
  • Pojok Ekraf
No Result
View All Result
Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
Home Daerah

Diskusi Dua Dekade Damai Aceh: Revisi UUPA untuk Kesejahteraan dan Keadilan

TINJAUAN ID by TINJAUAN ID
August 12, 2025
Reading Time: 2 mins read
0
Diskusi Dua Dekade Damai Aceh: Revisi UUPA untuk Kesejahteraan dan Keadilan

Tentunya demi merawat perdamaian yang telah berlangsung 20 tahun, revisi UUPA tak lain dan tak bukan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat Aceh.

BANDA ACEH – Di balik senyumnya, Munawar Liza Zainal menyimpan segudang ingatan tentang ruang perundingan di Helsinki, Finlandia, dua puluh tahun silam. Saat itu, di sebuah meja panjang, delegasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berhadapan langsung dengan perwakilan Pemerintah Republik Indonesia.

Hari itu, 15 Agustus 2005, menjadi sejarah. Pena menyentuh kertas, tanda tangan ditulis di atas kertas, dan dunia menyaksikan lahirnya Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki, kesepakatan yang mengakhiri lebih dari tiga dekade konflik bersenjata di Aceh.

Dua puluh tahun kemudian, Munawar duduk santai di sudut sebuah ruangan di UIN Ar-Raniry, di Banda Aceh, namun nada bicaranya penuh keprihatinan.

“Kita harus bersyukur karena damai sudah sampai 20 tahun. Tapi terus terang saja, menurut amatan saya, damai itu sebenarnya jauh dari harapan kita,” ucapnya, menatap para audiens di ruangan itu.

Baginya, MoU Helsinki bukan hanya dokumen penghentian perang, melainkan sebuah fase yang seharusnya membawa perubahan mendasar bagi Aceh. Namun, seiring jarak waktu dari 2005, ia melihat Aceh justru makin melenceng dari kompas yang telah disepakati.

Munawar menyebut, sejumlah poin krusial belum terealisasi. Diantaranya pengadilan HAM yang dijanjikan belum pernah terbentuk.

“Kewenangan Aceh juga belum dilaksanakan sepenuhnya. Dan yang paling menyedihkan, bantuan untuk korban konflik masih jauh dari sempurna,” ungkapnya.

Sejenak ia berhenti berbicara, menarik napas dalam, lalu melanjutkan dengan perumpamaan sederhana. “Kalau kita tersesat di hutan, kita harus kembali ke titik awal kita salah arah. MoU Helsinki adalah titik itu, pedoman kita untuk membangun Aceh yang berbeda dengan sebelum 2005.”

Refleksi Munawar mengajak semua pihak, baik masyarakat Aceh maupun pemerintah pusat, untuk menelaah kembali isi MoU. Baginya, damai bukan hanya soal senjata yang bungkam, tetapi juga keadilan yang ditegakkan, hak korban yang dipulihkan, dan martabat rakyat yang dihormati.

Dua puluh tahun setelah lembar kesepakatan itu ditandatangani, Aceh memang telah berubah, jalan-jalan lebih ramai, pasar hidup kembali, dan anak-anak bisa bermain tanpa suara tembakan.

Namun, di balik ketenangan itu, tersimpan pekerjaan besar yang belum selesai, pekerjaan yang hanya bisa dituntaskan jika semua kembali melihat ke peta jalan yang dulu disepakati di Helsinki.

Dalam sesi diskusi menyambut 20 tahun damai Aceh yang dilaksanakan di Kampus UIN Ar-Raniry ini, Rabu, (12/8/2025), Munawar Liza Zainal juga mengingatkan kembali peserta tentang terminologi “self-government”.

Istilah ini sangat populer saat awal perdamaian dulu. Pada perjanjian MoU Helsinki, yang disepakati antara pihak RI dan GAM adalah pemberian wewenang pemerintahan sendiri atau self-government kepada Aceh dalam bingkai negara Republik Indonesia.

Namun hari ini, istilah tersebut kian hilang dalam pembicaraan dan pembahasan kita. “Seolah karena menerima Dana Otsus, status Aceh adalah daerah otonomi khusus. Padahal, istilah itu hanya untuk menyebutkan peruntukan alokasi dana khusus bagi Aceh,” ungkap Munawar Liza yang kala itu menjadi juru runding dari pihak GAM.

Sementara UU Pemerintah Aceh, jelasnya, tidak menyebut Aceh sebagai daerah yang diberlakukan otonomi khusus.

Momen diskusi ini menjadi pengingat kembali tentang sejarah damai 20 tahun yang lalu.

Prof. Mawardi Ismail yang pernah terlibat dalam penyusunan draft UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, menjelaskan mengenai hal-hal yang perlu diperjuangkan dalam revisi UUPA, untuk penguatan kembali wewenang Pemerintah Aceh dalam upaya mengimplementasikan MoU Helsinki.

“Tidak akan terjadi konflik di suatu daerah apabila adanya kesejahteraan dan keadilan,” terang Prof. mawardi.

Tentunya demi merawat perdamaian yang telah berlangsung 20 tahun, revisi UUPA tak lain dan tak bukan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat Aceh yang dengannya damai akan senantiasa terawat, tuturnya.

Tags: Acehkonflikperdamaian AcehUIN ar-raniry
ShareTweetSendShare

Related Posts

Kemenko Infra Adakan Rakor di Aceh, AHY Bahas Empat Agenda Penting Pascabencana
Nasional

Kemenko Infra Adakan Rakor di Aceh, AHY Bahas Empat Agenda Penting Pascabencana

December 19, 2025
Cerita Korban Banjir Aceh di Cot Ara: Harapan pada Sawah yang Terkubur Lumpur
Daerah

Cerita Korban Banjir Aceh di Cot Ara: Harapan pada Sawah yang Terkubur Lumpur

December 19, 2025
Pemadaman Listrik Berkepanjangan di Aceh, Warga Sebut Pelanggaran Hak Rakyat
Daerah

Pemadaman Listrik Berkepanjangan di Aceh, Warga Sebut Pelanggaran Hak Rakyat

December 17, 2025
YARA: Negara Mampu Tangani Bencana Hidrometeorologi, Data Jadi Kunci Pemulihan
Nasional

YARA: Negara Mampu Tangani Bencana Hidrometeorologi, Data Jadi Kunci Pemulihan

December 17, 2025
YARA Desak Presiden Bentuk Kembali BRR Tangani Bencana Banjir Aceh, Sumut, dan Sumbar
Daerah

YARA Desak Presiden Bentuk Kembali BRR Tangani Bencana Banjir Aceh, Sumut, dan Sumbar

December 14, 2025
Penanganan Bencana Lambat di Aceh Bisa Picu Ideologi Perlawanan
Daerah

Penanganan Bencana Lambat di Aceh Bisa Picu Ideologi Perlawanan

December 14, 2025
Next Post
Wagub Aceh Buka Seminar Internasional Sawit: Tata Kelola dan Rantai Pasok Jadi Kunci

Wagub Aceh Buka Seminar Internasional Sawit: Tata Kelola dan Rantai Pasok Jadi Kunci

Peringatan 20 Tahun Perdamaian Aceh, Mawardi Ismail Tekankan Rawat Perdamaian dari Aspek Hukum

Peringatan 20 Tahun Perdamaian Aceh, Mawardi Ismail Tekankan Rawat Perdamaian dari Aspek Hukum

Discussion about this post

Recommended Stories

DWP Aceh Serahkan Rumah Sangat Sederhana kepada Warga Miskin Ekstrem di Aceh Jaya

DWP Aceh Serahkan Rumah Sangat Sederhana kepada Warga Miskin Ekstrem di Aceh Jaya

August 7, 2025
Bersama Banleg DPR RI, Mualem Tegaskan Revisi UUPA sebagai Langkah Penting bagi Aceh

Bersama Banleg DPR RI, Mualem Tegaskan Revisi UUPA sebagai Langkah Penting bagi Aceh

October 22, 2025
Daud Beureueh: dari Rekognisi ke Rekonsiliasi

Hipotesis Peristiwa Proklamasi

August 18, 2025

Popular Stories

  • Tingkat Pengangguran Usia Muda Tinggi, Indonesia Berjuang Ciptakan Lapangan Kerja

    Prabowo Segera Bentuk Tim Reformasi Polri, Bentuk Juga Komisi Investigasi Insiden Agustus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji PPPK Aceh Macet Hampir 4 Bulan, Ribuan ASN Hidup dengan Utang Karena APBA-P Tak Kunjung Jelas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tak Kunjung Dapat Kerja di Aceh, Hendra Nekat Merantau ke Australia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Review Laporan Keuangan Bank Aceh Syariah (I) ; Triliunan Dana Diinvestasikan ke Luar Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • TINJAUAN.ID
  • Pedoman Media Siber
Email: redaksi.tinjauan@gmail.com

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Daerah
  • Nasional
  • Dunia
  • Ekonomi
  • Politik
  • Opini
  • Sejarah
  • Editorial
  • Pojok Ekraf
  • Contact Us

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?