BANDA ACEH – Komisi V DPR Aceh melakukan sidak ke Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh pada Senin, (5/6/2023) dipimpin oleh M Rizal Falevi Kirani selaku Ketua Komisi V. Didampingi oleh Wakil Ketua Komisi V, Irpannusir, SE, S.Ag, M.Ikom serta anggota komisi V yaitu Tarmizi, SP, Muslim Syamsuddin, Edi Kamal dan Sartina.
“Ini adalah fungsi pengawasan terhadap mitra kerja,” kata Ketua Komisi V DPRA, M Rizal Falevi Kirani usai sidak.
Sidak dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelayanan Rumah Sakit Zainoel Abidin. Rombongan Komisi V DPRA disambut oleh Direktur RSUDZA dr Isra Firmansyah, Sp. A dan jajarannya.
Falevi Kirani selaku ketua komisi mengaku sangat kecewa pada pelayanan kefarmasian, dimana kondisi pasien menumpuk, dan tampaknya tidak ada aksi cepat tanggap yang diinisiasi oleh pihak manajemen khususnya Bagian farmasi.
Dari hasil sidak didapati, dari 6 loket yang tersedia, yang beroperasi hanya 3 loket, tentu hal ini harus menjadi perhatian serius.
“Obat salah satu pendukung utama untuk kesembuhan pasien, melihat kondisi ini harus didukung dengan sumberdaya yang seimbang dengan jumlah yang antri obat. Hal lain yang menurut kami harus dibuat adalah sistem yang terkoneksi antar depo dalam menjamin ketersediaan obat serta dukungan apotek buffer,” jelas Falevi.
Hal lain yang menjadi perhatian Komisi V adalah pelayanan di IGD, juga masih didapati penanganan pasien yang lebih dari 1 x 24 jam, hal ini sangat bertolak belakang dengan penjelasan direktur pada setiap rapat kerja.
Yang mengherankan adalah sampai saat ini belum ada skema penanganan pasien yang terintegrasi.
Anggota DPRA asal Dapil Pidie dan Pidie Jaya ini menambahkan, “kondisi lain yang kita tinjau adalah pada beberapa ruangan yang masih rusak pada sistem pendingin/AC seperti di Zam- zam 1. Tentu sangat mengherankan dengan kondisi ruangan yang masih rusak, padahal masalah yang sama selalu kita dapati pada sidak tahun yang lalu, bahkan menurut keterangan petugas, sudah disampaikan laporan ke manajemen.”
Lebih lanjut menurut Ketua Komisi V, tentu dalam hal ini diduga ada unsur pembiaran. Padahal hanya membutuhkan anggaran yang tidak terlalu besar.
“Hal lain, kami juga mendapati ruangan yang tidak higienis pada pendistribusian makanan, banyak lalat yang berterbangan. Hal ini bertolak belakang dengan yang selalu disampaikan oleh direktur pada setiap rapat kerja yang menjamin kebersihan ruangan penyiapan makanan,” tambahnya.
Hal berikutnya yang sangat urgen untuk diperhatikan oleh manajemen RSUDZA adalah ruang bedah sentral yang tidak memenuhi standar suhu udara yang disyaratkan pada ruang operasi. Hal tersebut sangat rawan dan terlalu beresiko bagi keselamatan pasien.
“Untuk ini kami berharap kepada pihak manajemen RSUZA fokus terhadap kerja yang sifatnya prioritas dan mendesak. Tentunya harus diawali di Rencana Kerja Pemerintah Aceh, jangan sampai masalah yang sama tetap ada tanpa ada upaya perbaikan, padahal masalah yang sama kita temui pada hampir setiap kali sidak. Dalam hal ini kami mempertanyakan tanggung jawab direktur beserta jajarannya,” pungkas Falevi.