Tu Sop Jeunieb atau yang akrab disapa Ayah Sop memang telah meninggalkan kita, tapi banyak hal yang patut kita contoh dan pelajari dari beliau, baik bagi santri dan masyarakat umum.
Hari itu masyarakat Aceh berduka mendengar kabar bahwa Tu Sop, ulama yang diakui keilmuan dan kebijaksanaannya pergi ke haribaan Ilahi meninggalkan kita semua. Kalam-kalam beliau penuh ilmu dan hikmah dan banyak mengilhami serta menginspirasi pendengarnya.
Kenangan Pribadi
Saya di suatu kesempatan, saat itu menemani Tgk Muhammad Zulfa, kami menemui Tu Sop di kediaman beliau di Banda Aceh dalam rangka menyambut kedatangan Syekh Sa’id Foudah, ulama asal Yordania, yang akan berdakwah di Aceh kala itu.
Tgk. Zulfa menyampaikan maksudnya kepada Ayah Sop–panggilan akrab beliau– dan Ayah menyambut baik acara kedatangan ulama asal Yordania itu. Ayah Sop dari penilaian saya adalah sosok yang sangat antusias dan apresiatif dengan kegiatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dakwah dan pendidikan.
Sebelumnya dengan Tgk. Zulfa dan kawan-kawan beliau, Ayah juga memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif teungku-teungku muda seperti Tgk. Muhammad Zulfa Tgk. Syakier Anwar Tgk. Fauzan Tgk. Muntashier dan lain-lain saat mereka hendak meluncurkan serial majalah yang nantinya akan dibagikan di dayah-dayah untuk dibaca oleh santri, maupun edisi PDF untuk umum. Bahkan majalah tersebut diizinkan untuk diberi nama Serambi Huda.
Di malam itu, saya dan Tgk. Zulfa bicara selama kurang lebih empat jam dengan Almarhum. Kami mendengar dengan baik ide dan gagasan Ayah Sop yang menginginkan agar penguatan syariat Islam di Aceh dilandasi oleh penguatan bidang pendidikan yang dilaksanakan secara matang. Ayah juga menegaskan bahwa dasar utama dalam pelaksanaan syariat Islam harus berbasis ilmu dan dikaji serta dijalankan juga dengan ilmu dan pengkajian yang matang.
Empat jam tidak terasa lama bagi kami yang mendengar. Ayah bicara dengan nada yang tenang, kata-katanya keluar tanpa terburu-buru, juga tidak berapi-api. Gaya bicara yang tenang dan lembut seolah sudah menjadi bagian dari karakternya.
Bicara Politik
Kami sempat menyinggung soal politik kala itu. Beliau punya niat yang tulus untuk memperbaiki tatanan masyarakat, salah satunya memperbaiki urusan tatanan politik dan pemerintahan.
Ayah secara filosofis punya gagasan yang menggebrak sebenarnya; misalnya soal demokrasi yang bermasalah, dimana suara orang yang bodoh dinilai sama dengan suara orang alim, pintar dan paham. Ayah bisa dengan baik melihat kelemahan demokrasi. Namun di sisi lain, Ayah juga punya solusi atau alternatif dalam hal politik meskipun sistem politik kita bukanlah sistem yang ideal (dan Ayah sebenarnya sedang mencoba berikhtiar mengupayakan hal tersebut).
Dari apa yang Ayah sampaikan, saya bisa menarik kesimpulan bahwa Ayah selain sebagai ulama yang coba turun ke politik praktis, beliau sama sekali tidak meninggalkan sisi keulamaan dan ilmu yang telah beliau dalami selama puluhan tahun.
Hal ini bisa kita lihat dari pemikiran beliau yang mengutamakan etika politik dan politik beretika. Sementara dari sikap beliau, selama empat jam kami mendengar Ayah berbicara, termasuk membahas politik, tidak sekalipun kami mendengar hujatan atau kata-kata negatif yang beliau lontarkan untuk orang lain. Ini menunjukkan bahwa pemikiran beliau soal politik yang beretika, sejalan dengan sikap dan karakter pribadinya.
Perubahan Masyarakat
Ayah secara pribadi menyampaikan bahwa upaya perbaikan masyarakat bukanlah suatu yang bisa dilihat perubahannya dalam waktu singkat. Akan tetapi perubahan tersebut harus dilakukan, meski hasil yang diharapkan baru terlihat dalam jangka waktu yang lama.
Salah satu hal lain yang menjadi sikap dan karakter Ayah yang patut dicontoh dan diteladani adalah soal kematangan karakter. Ia bukanlah sosok yang konfrontatif, tidak secara sporadis menentang atau melawan pihak-pihak yang menentangnya.
Ayah juga tidak blak-blakan menyalahkan dan menuding pihak yang salah, melainkan memilih langkah-langkah yang bijak, dengan cara perlahan, melakukan pendekatan yang soft, untuk memperbaiki atau meluruskan kesalahan pihak-pihak tertentu.
Dari yang saya tangkap, melawan secara emosional terhadap lawan, menuding secara kasar pihak yang salah, bukanlah jalan Ayah Sop. Beliau melakukannya dengan cara yang teliti, halus dan terukur, untuk bisa memperbaiki sesuatu dan meluruskan kesalahan satu pihak. Hal ini menunjukkan kematangan karakter dan kebijaksanaan beliau sebagai ulama dan cerminan keluasan ilmu beliau.
Ayah Sop memang telah meninggalkan kita, tapi banyak hal yang patut kita contoh dan pelajari dari beliau, baik bagi santri dan masyarakat umum.
Terkait politik, dimana beliau berikhtiar sebelumnya untuk memperbaikinya, bukan hanya soal bagaimana terjun ke politik sebagai upaya perbaikan, yang patut kita contoh dari Ayah. Tapi bagaimana menempatkan etika dan niat untuk memperbaiki dengan kesabaran dan cara yang bijak (dalam cara berpolitik maupun kehidupan sosial) adalah hal yang sepatutnya kita contoh.
Semoga Allah menempatkan Ayah Sop di tempat yang mulia di Sisi-Nya. Semoga ilmu, nasehat dan hikmah yang telah beliau ajarkan dan sampaikan kepada kita, bisa kita pegang erat dan amalkan sebaik mungkin.
Ilmu yang bermanfaat yang telah diajarkan kepada kita akan terus menjadi amal yang kekal, meski beliau telah kembali kepada Allah.
Setahun setelah kepergian beliau, ada perasaan kehilangan dan kekosongan yang menganga dalam masyarakat Aceh.
Semoga kader-kader muda Dayah bisa meneladani Almarhum dan menyambung estafet perjuangan beliau dalam memperbaiki masyarakat yang terkenang dalam semboyan: “memperbaiki orang kuat, memperkuat orang baik.”
Oleh: Jabal Ali Husin Sab, Wakil Sekretaris Pengurus Besar Rabithah Thaliban Aceh.
Discussion about this post