Kota Langsa yang terletak di pesisir Timur Aceh punya kisah panjang dalam sejarah ekonomi kolonial Belanda. Di Langsa setidaknya terdapat bangunan peninggalan industri perkebunan yang jadi aset penting pemerintah Hindia Belanda.
Di Langsa terdapat bangunan tua yang dulunya merupakan kantor Het Kantoorgebouw Der Atjehsche Handel-Maatschappij Te Langsar (Langhout, 1923). Gedung ini dibangun oleh penjajah Belanda pada tahun 1920 dan difungsikan sebagai kantor pusat untuk industri dan perkebunan Belanda, beberapa sumber menyebutkan Pembangunan dimulai tahun 1910. (Elvina & Siregar, 2023).
Bangunan tua nan bersejarah yang terletak di Kecamatan Langsa Kota, Kota Langsa ini merupakan peninggalan penting sejarah kolonial dan aktivitas ekonominya yang berpusat di kota itu.
Saat ini bangunan tua dan bersejarah itu sekarang telah dialihfungsikan menjadi bangunan Museum Langsa. Sebelumnya, bangunan tersebut dikenal juga sebagai Gedung Balee Juang di era perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebelum dimanfaatkan sebagai bangunan museum, gedung ini juga pernah digunakan sebagai kantor BAPPEDA Aceh Timur.
Konsesi Perkebunan Belanda di Pantai Timur Aceh
Posisi Aceh sangat penting bagi bangsa Eropa karena berada di pintu gerbang Selat Malaka. Faktor Inilah yang membuat Belanda khawatir Aceh akan jatuh ke tangan bangsa lain. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Belanda menginvasi Aceh secara masif.
Pemberlakuan UU Agraria Tahun 1870 dengan prinsip-prinsip liberalisme menjadi landasan bagi Belanda untuk membuka Aceh sebagai wilayah investasi swasta. Dalam perjalanannya, Gubernur Militer dan Sipil Aceh, Johannes Benedictus van Heutsz mengubah strategi Belanda dengan menerapkan kebijakan “Politik Pasifikasi” sejak akhir abad ke-19.
Mawardi Umar dalam bukunya Mendukung Pertumbuhan Ekonomi di Daerah Modal: Bank Indonesia dalam Dinamika Perekonomian Aceh menulis, politik pasifikasi merupakan upaya Belanda menaklukkan Aceh dengan pembangunan infrastruktur ekonomi pasca perang. “Selain melanjutkan operasi militer juga dilakukan perbaikan prasarana ekonomi untuk menarik simpati rakyat Aceh agar menghentikan perlawanan,” tulis Mawardi.

Seiring dibukanya Aceh sebagai wilayah investasi, infrastruktur seperti kereta api, pelabuhan, dan jalan raya pun dibangun. Masuknya modal swasta menjadi awal ekspansi perkebunan di Aceh, salah satunya perkebunan karet.
Konsesi perkebunan karet pemerintah kolonial Belanda paling banyak berada di wilayah Aceh Timur. Tercatat hingga tahun 1912 jumlah konsesi perkebunan karet berjumlah 18 konsesi.
Angka tersebut terus meningkat, bahkan pada tahun 1921, jumlahnya mencapai 31 konsesi yang dimiliki oleh 21 perusahaan. (Buku Seuneubok Lada, Uleebalang, dan Kompeni: Perkembangan Sosial Ekonomi di Daerah Batas: Aceh Timur 1840–1942).
Selain karet, produksi lada dan pinang turut meningkatkan laju perekonomian Aceh. Pada tahun 1903, jumlah lada yang diekspor kurang dari 1.000 ton, tahun berikutnya naik menjadi 2.216 ton. Angkanya cenderung naik dan stabil hingga dekade 1920’an.
Pantai Timur Aceh memiliki posisi strategis sebagai jalur perdagangan dan transportasi laut yang menghubungkan antara Aceh dengan negara-negara Asia dan Eropa. Kehadiran Kolonial Belanda di wilayah ini membawa pengaruh yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur dan perubahan budaya di daerah tersebut (Daulay & Abdullah, 2017).
Sejarah Kolonial Belanda di Aceh mencakup periode yang signifikan dalam perkembangan Aceh dan memainkan peran penting dalam membentuk identitas sejarah daerah tersebut.
Selama masa pendudukan, Belanda membangun dan meninggalkan banyak jejak sejarah, termasuk bangunan-bangunan peninggalan yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Aceh.
Bangunan-bangunan peninggalan masa Kolonial Belanda di Pesisir Timur Aceh menjadi bukti fisik dari jejak aktivitas ekonomi dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di Aceh.
Selain itu, bangunan-bangunan peninggalan ini juga memberikan bukti tentang perubahan budaya yang terjadi di Aceh selama periode kolonial.
Simbol perubahan sosial dan budaya yang terjadi pada masa Kolonial Belanda bisa dilihat dari peninggalan berupa bangunan-bangunan tersebut. Salah satunya pabrik karet yang terdapat di Mukim Alur jambu, Bandar Pusaka, Aceh Tamiang.
Oleh: Zulfadli Kawom
Editor: Jabal Sab
Discussion about this post