TINJAUAN.ID
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
  • Home
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
No Result
View All Result
TINJAUAN.ID
No Result
View All Result
Home Sejarah

Bangunan Bersejarah Peninggalan Kolonial di Kota Langsa: Simbol Sejarah Ekonomi Masa Lalu

TINJAUAN ID by TINJAUAN ID
July 15, 2025
Reading Time: 2 mins read
0
Bangunan Bersejarah Peninggalan Kolonial Belanda di Kota Langsa

Foto : Het Kantoorgebouw Der Atjehsche Handel-Maatschappij Te Langsar (Langhout, 1923). Sumber: Repro, Zulfadli Kawom.

Kota Langsa yang terletak di pesisir Timur Aceh punya kisah panjang dalam sejarah ekonomi kolonial Belanda. Di Langsa setidaknya terdapat bangunan peninggalan industri perkebunan yang jadi aset penting pemerintah Hindia Belanda.

Di Langsa terdapat bangunan tua yang dulunya merupakan kantor  Het Kantoorgebouw Der Atjehsche Handel-Maatschappij Te Langsar (Langhout, 1923). Gedung ini dibangun oleh penjajah Belanda pada tahun 1920 dan difungsikan sebagai kantor pusat untuk industri dan perkebunan Belanda, beberapa sumber menyebutkan Pembangunan dimulai tahun 1910. (Elvina & Siregar, 2023).

Bangunan tua nan bersejarah yang terletak di Kecamatan Langsa Kota, Kota Langsa ini merupakan peninggalan penting sejarah kolonial dan aktivitas ekonominya yang berpusat di kota itu.

Saat ini bangunan tua dan bersejarah itu sekarang telah dialihfungsikan menjadi bangunan Museum Langsa. Sebelumnya, bangunan tersebut dikenal juga sebagai Gedung Balee Juang di era perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebelum dimanfaatkan sebagai bangunan museum, gedung ini juga pernah digunakan sebagai kantor BAPPEDA Aceh Timur.

Konsesi Perkebunan Belanda di Pantai Timur Aceh

Posisi Aceh sangat penting bagi bangsa Eropa karena berada di pintu gerbang Selat Malaka. Faktor Inilah yang membuat Belanda khawatir Aceh akan jatuh ke tangan bangsa lain. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Belanda menginvasi Aceh secara masif.

Pemberlakuan UU Agraria Tahun 1870 dengan prinsip-prinsip liberalisme menjadi landasan bagi Belanda untuk membuka Aceh sebagai wilayah investasi swasta. Dalam perjalanannya, Gubernur Militer dan Sipil Aceh, Johannes Benedictus van Heutsz mengubah strategi Belanda dengan menerapkan kebijakan “Politik Pasifikasi” sejak akhir abad ke-19.

Mawardi Umar dalam bukunya Mendukung Pertumbuhan Ekonomi di Daerah Modal: Bank Indonesia dalam Dinamika Perekonomian Aceh menulis, politik pasifikasi merupakan upaya Belanda menaklukkan Aceh dengan pembangunan infrastruktur ekonomi pasca perang. “Selain melanjutkan operasi militer juga dilakukan perbaikan prasarana ekonomi untuk menarik simpati rakyat Aceh agar menghentikan perlawanan,” tulis Mawardi.

Foto: Bekas bangunan pabrik karet peninggalanm Belanda, di Desa Alur Jambu, Kecamatan Bandar Pusaka,Kabupaten Aceh Tamiang.

Seiring dibukanya Aceh sebagai wilayah investasi, infrastruktur seperti kereta api, pelabuhan, dan jalan raya pun dibangun. Masuknya modal swasta menjadi awal ekspansi perkebunan di Aceh, salah satunya perkebunan karet.

Konsesi perkebunan karet pemerintah kolonial Belanda paling banyak berada di wilayah Aceh Timur. Tercatat hingga tahun 1912 jumlah konsesi perkebunan karet berjumlah 18 konsesi.

Angka tersebut terus meningkat, bahkan pada tahun 1921, jumlahnya mencapai 31 konsesi yang dimiliki oleh 21 perusahaan. (Buku Seuneubok Lada, Uleebalang, dan Kompeni: Perkembangan Sosial Ekonomi di Daerah Batas: Aceh Timur 1840–1942).

Selain karet, produksi lada dan pinang turut meningkatkan laju perekonomian Aceh. Pada tahun 1903, jumlah lada yang diekspor kurang dari 1.000 ton, tahun berikutnya naik menjadi 2.216 ton. Angkanya cenderung naik dan stabil hingga dekade 1920’an.

Pantai Timur Aceh memiliki posisi strategis sebagai jalur perdagangan dan transportasi laut yang menghubungkan antara Aceh dengan negara-negara Asia dan Eropa. Kehadiran Kolonial Belanda di wilayah ini membawa pengaruh yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur dan perubahan budaya di daerah tersebut (Daulay & Abdullah, 2017).

Sejarah Kolonial Belanda di Aceh mencakup periode yang signifikan dalam perkembangan Aceh dan memainkan peran penting dalam membentuk identitas sejarah daerah tersebut.

Selama masa pendudukan, Belanda membangun dan meninggalkan banyak jejak sejarah, termasuk bangunan-bangunan peninggalan yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Aceh.

Bangunan-bangunan peninggalan masa Kolonial Belanda di Pesisir Timur Aceh menjadi bukti fisik dari jejak aktivitas ekonomi dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di Aceh.

Selain itu, bangunan-bangunan peninggalan ini juga memberikan bukti tentang perubahan budaya yang terjadi di Aceh selama periode kolonial.

Simbol perubahan sosial dan budaya yang terjadi pada masa Kolonial Belanda bisa dilihat dari peninggalan berupa bangunan-bangunan tersebut. Salah satunya pabrik karet yang terdapat di Mukim Alur jambu, Bandar Pusaka, Aceh Tamiang.

Oleh: Zulfadli Kawom

Editor: Jabal Sab

Continue Reading
Tags: Hindia BelandaKolonialLangsaperkebunanSejarah
ShareTweetSend

Related Posts

Kedai Kopi Pertama di Aceh: Antara Pengaruh Ottoman dan Budaya Perantauan Tionghoa
Sejarah

Kedai Kopi Pertama di Aceh: Antara Pengaruh Ottoman dan Budaya Perantauan Tionghoa

July 19, 2025
Ali Moertopo dan Peran Militer dalam Politik Indonesia (I)
Sejarah

Ali Moertopo dan Peran Militer dalam Politik Indonesia (I)

July 17, 2025
Sejarah Perkebunan Karet di Aceh Timur Masa Kolonial Tahun 1907-1939
Sejarah

Sejarah Perkebunan Karet di Aceh Timur Masa Kolonial Tahun 1907-1939

July 12, 2025
Regional

Teuku Rassya sampaikan pentingnya budaya dan kolaborasi di Kampus UIN Ar-Raniry 

July 6, 2025
Regional

Tgk.Miswar Ibrahim Njong pimpin Rabithah Thaliban Aceh (RTA) periode 2023-2027

July 6, 2025
Dunia

Erdoğan, Sultan Of Türkiye, dan dinamika kemenangannya

July 6, 2025
Next Post
Bea Cukai: Separuh Tangkapan Narkoba Nasional Berasal dari Aceh

Bea Cukai: Separuh Tangkapan Narkoba Nasional Berasal dari Aceh

Di Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Guru Asrama Mendidik Siswa dengan Cinta

Di Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Guru Asrama Mendidik Siswa dengan Cinta

Discussion about this post

Recommended Stories

Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara.

Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara (Suara dari Blang Padang untuk Keadilan Syariat)

July 9, 2025

Indonesia: Belanda minta maaf atas ‘kekerasan ekstrem’ perang kemerdekaan

December 30, 2022

BBKT 2023 Aceh Tamiang, Kadinsos Aceh : Karang Taruna wadah kreatifitas pemuda

July 6, 2025

Popular Stories

  • Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara.

    Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara (Suara dari Blang Padang untuk Keadilan Syariat)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Riza Chalid Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Pertamina 285 Triliun, Siapa Dia?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kedai Kopi Pertama di Aceh: Antara Pengaruh Ottoman dan Budaya Perantauan Tionghoa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alumni Golkar Institute Dukung Penuh Diskresi Ketum Golkar untuk Bustami Hamzah: Musda Aceh adalah Keniscayaan 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Perkebunan Karet di Aceh Timur Masa Kolonial Tahun 1907-1939

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • All Groups
  • Default User Group
  • Forgot Password
  • Home
  • Kontak
  • Login
  • My Profile
  • Redaksi
  • Registration
  • Search Users
  • Sitemap
  • Submit New Blog Post
  • Tentang Kami
  • TINJAUAN.ID
  • User Blogs
  • Pedoman Media Siber
Email: tinjauan.id@gmail.com

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Dunia
  • Nasional
  • Regional
  • Politik
  • Opini
  • Contact Us

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?