Pemko Banda Aceh di tahun anggaran 2025 ini menganggarkan 18 Miliar untuk pembangunan instalasi pengolahan air (IPA) berkapasitas 100 liter per detik. Pantaskah anggaran sebesar itu? Begini kisarannya.
Banda Aceh adalah kota yang tengah berkembang. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Banda Aceh berada di peringkat 2 nasional setelah Yogyakarta, tentu hal ini merupakan capaian tersendiri bagi ibukota Provinsi Aceh ini. Artinya, kualitas hidup masyarakat kota ini terbilang baik.
Kebijakan Canggih di Tengah Masalah Substansial: Ketersediaan Air
Ternyata Banda Aceh yang sudah bicara terobosan besar, masih terkendala dengan masalah substansial yang sangat mendasar, yakni ketersediaan air bersih melalui jaringan PDAM. Masalah ketersediaan air tak kunjung beres, meski rezim pemerintahan terus berganti.
Banyak rumah di Banda Aceh yang terpaksa menggunakan pompa air untuk mendapatkan suplai air PDAM. Banyak warga yang mengeluh air sering mati. Tak jarang juga air PDAM berwarna kecoklatan, baik air sanger.
Tentu dengan kualitas air yang bermasalah, tak layak untuk dimasak menjadi air minum, belum lagi yang suplainya sering terkendala alias sering mati, menjadi masalah besar bagi warga Kota Banda Aceh. Keluhan warga soal air ini sering sekali kita dengar.
Anggaran 18 Miliar untuk IPA, Rasionalkah?
Pemko Banda Aceh di tahun anggaran 2025 ini menganggarkan 18 Miliar untuk pembangunan instalasi pengolahan air (IPA) berkapasitas 100 liter per detik. Pantaskah anggaran sebesar itu? Kami coba menghitung kisarannya.
Pembangunan IPA (Instalasi Pengolahan Air) 100 liter per detik adalah pembangunan sebuah fasilitas pengolahan air yang mampu menghasilkan air bersih dengan kapasitas sebesar 100 liter per detik. Ini adalah proyek yang bertujuan untuk meningkatkan cakupan layanan air minum perpipaan di suatu wilayah.
Dengan tambahan kapasitas ini, pemerintah kota menargetkan cakupan layanan air bersih dapat menjangkau minimal 80 persen populasi.
Di sisi lain, proyek ini juga diharapkan mengurangi ketergantungan terhadap air tanah yang selama ini menjadi sumber utama warga, namun kian rentan terhadap pencemaran dan penurunan muka air.
Jika proyek ini berhasil, tentu akan memenuhi salah satu kebutuhan substansial warga Kota Banda Aceh. Namun jika ternyata gagal dan suplai air serta kualitas air tetap bermasalah, maka anggaran 18 Miliar yang dianggarkan akan terbuang percuma.

Menghitung Alokasi Anggaran Pembangunan IPA
Biaya pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan kapasitas 100 liter per detik (L/detik) sangat bervariasi dan bergantung pada banyak faktor.
Berdasarkan data referensi proyek di Indonesia, estimasi biaya pembangunan (CAPEX – Capital Expenditure) untuk unit IPA dapat berada dalam kisaran harga per liter/detik.
Sebuah studi perencanaan IPA di Bekasi, Jawa Barat, memperkirakan total Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebesar Rp13.831.541,- per L/detik.
Jika menggunakan angka ini, biaya untuk kapasitas 100 L/detik adalah:
Rp13.831.541,-/L/detik × 100/L/detik} = Rp1.383.154.100 atau sekitar Rp1,38 Miliar.
Ini masih hitungan kasar. Namun wajar saja jika kita mempertanyakan selisih anggaran yang begitu jauh dari hitungan RAB rata-rata, antara 18 Miliar dan 1,38 Miliar, lebih 10 kali lipat.
Namun, perlu diingat bahwa ini hanyalah perkiraan awal. Pembangunan dengan angka rendah biasanya hanya mencakup pembangunan unit IPA (pengolahan) dan peralatan utamanya saja.
Sementara nilai angka yang tinggi mencakup seluruh sistem penyediaan air minum (SPAM), termasuk Intake air baku, jalur pipa air baku yang panjang, Reservoir (tangki penampungan), Booster Pump (pompa pendorong), dan bahkan sebagian jaringan distribusi utama.
IPA dengan teknologi sederhana atau konvensional akan lebih murah daripada IPA yang menggunakan teknologi canggih dan otomatis (seperti membran atau pengolahan limbah lumpur terpadu).
Namun bagaimana dengan spesifikasi teknis proyek pengolahan Instalasi Pengolahan Air 100 liter/detik yang dianggarkan oleh Pemko Banda Aceh di TA. 2025 ini?
Sebagai publik, tentu kita wajib mengawasi transparansi anggaran pemerintah dan mengawasi kemungkinan mark-up proyek yang potensial terjadi.
Tanpa bermaksud mencurigai, pengawasan terhadap segala kemungkinan patut diwaspadai. Hal ini penting dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan menghindari potensi korupsi yang merugikan negara.








Discussion about this post