Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
  • Editorial
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
  • Editorial
No Result
View All Result
Strategis dan Mencerahkan!
No Result
View All Result
Home Daerah

Abu Sibreh dan Politik Rekognisi Dayah: Menggugat Jawa-Sentrisme Pendidikan Islam

TINJAUAN ID by TINJAUAN ID
September 23, 2025
Reading Time: 2 mins read
0
Abu Sibreh dan Politik Rekognisi Dayah: Menggugat Jawa-Sentrisme Pendidikan Islam

Dayah bukanlah produk otonomi khusus atau formalitas pelaksanaan syariat Islam di Aceh, melainkan akar sejarah yang jauh mendahului republik.

Oleh: Nurul Izzah Febilia

Mahasiswa Faculty of Education Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).

Keberhasilan Tgk. H. Faisal Ali atau yang lebih dikenal sebagai Abu Sibreh memperjuangkan nomenklatur dayah dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 12 Tahun 2025 adalah tonggak penting dalam sejarah pendidikan Islam nasional.

Untuk pertama kalinya, istilah dayah berdiri sejajar dengan pesantren dalam regulasi negara. Langkah kecil ini menyimpan makna besar: pengakuan formal bahwa dayah adalah entitas pendidikan Islam dengan tradisi panjang, bukan sekadar variasi dari pondok pesantren Jawa.

Dayah di Aceh telah hadir ratusan tahun sebagai pusat pendidikan agama, penyebaran Islam, dan benteng budaya lokal. Pada masa kolonial, dayah bahkan berfungsi sebagai basis perlawanan. Kultur ini tergambar dalam petuah Aceh yang masih hidup hingga kini:

Ta jak sikula bah bek ipeunget le gob (menuntut ilmu di sekolah agar tidak dibohongi orang), dan

Ta jak beut bah bek ta peungeut gob (menuntut ilmu agama agar tidak membohongi orang lain)

Petuah ini menunjukkan keseimbangan, yaitu pendidikan formal atau modern ditempuh, tetapi pendidikan agama di dayah tetap dijaga. Bahkan hingga kini banyak keluarga yang tetap mengirim anaknya ke dayah meski tanpa pendidikan formal, atau mengintegrasikan keduanya.

Dayah bukanlah produk otonomi khusus atau formalitas pelaksanaan syariat Islam di Aceh, melainkan akar sejarah yang jauh mendahului republik. Karena itu, menyejajarkan dayah dengan pesantren adalah bentuk keadilan simbolik sekaligus pengakuan terhadap sejarah panjang peradaban Islam di Nusantara.

Selama ini, narasi pendidikan Islam Indonesia cenderung Jawa-sentris. Istilah “pesantren” dijadikan representasi tunggal, sementara “dayah” hanya disebut sekilas atau samar-samar.

Di sinilah peran Abu Sibreh menjadi signifikan. Sebagai anggota Majelis Masyayikh Kementerian Agama—lembaga yang mengatur standar pendidikan pesantren, ia berhasil memperjuangkan agar nomenklatur dayah masuk ke dalam kebijakan nasional. Terbitnya Permenag 12/2025 adalah bukti nyata politik rekognisi itu.

Bagi sebagian orang yang tidak memahami dampaknya, hal ini mungkin tampak sepele atau hal kecil. Pencantuman nomenklatur ini bukan hanya persoalan martabat identitas atau soal simbol belaka, juga bukan sekadar soal istilah administratif.

Pengakuan ini adalah capaian bersejarah. Ia memiliki bobot politik yang sangat penting. Dengan sejarah panjang ratusan tahunnya, dayah mendapatkan tempat setara dalam narasi pendidikan Islam nasional. Artinya, dayah tidak lagi berdiri di ruang abu-abu di bawah bayang-bayang pesantren Jawa, melainkan mulai mendapatkan pengakuan sebagai entitas pendidikan Islam dengan karakter dan sejarahnya sendiri.

Meski demikian, langkah ini tidak boleh berhenti di sini. Sejarah pendidikan Islam Nusantara masih kabur jika dayah hanya disebut selintas. Diperlukan pencatatan yang jernih, di mana Aceh ditempatkan sebagai titik nol Islam Nusantara sekaligus penopang peradabadan Islam dan dayah dikenalkan sebagai lembaga yang berbeda dari pesantren Jawa.

Karena itu, nomenklatur dayah harus dipastikan hadir bukan hanya di regulasi, tetapi juga dalam buku-buku sejarah, termasuk buku sejarah di sekolah formal.

Sebab, dayah sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam paling awal di Asia Tenggara adalah peninggalan sejarah penting yang mencatat peran politik, sosial, sekaligus perjuangan melawan kolonialisme. Indonesia dan dunia internasional perlu mengenalnya sebagai entitas mandiri, bukan sekadar sub-bagian dari pesantren.

Politik rekognisi yang diperjuangkan Abu Sibreh adalah awal yang menggembirakan. Namun perjuangan belum selesai. Tantangannya kini adalah menempatkan dayah dalam peta besar pendidikan Islam Nusantara dan dunia. Dengan begitu, wajah Islam Nusantara akan tampil lebih utuh, inklusif, dan representatif sesuai dengan akar sejarahnya.

Tags: Abu SibrehDayah Acehulama Dayah
ShareTweetSendShare

Related Posts

Aliansi Rakyat Aceh (ARAH) Menyayangkan Pengaktifan Kembali dr. Hanif sebagai Direktur RSJ Aceh
Daerah

Aliansi Rakyat Aceh (ARAH) Menyayangkan Pengaktifan Kembali dr. Hanif sebagai Direktur RSJ Aceh

October 15, 2025
Ke Pedalaman Aceh Utara, Kak Na Hibur Yatim dan Jemput Aspirasi
Daerah

Ke Pedalaman Aceh Utara, Kak Na Hibur Yatim dan Jemput Aspirasi

October 14, 2025
Bupati Syech Muharram Tindak Lanjuti Pembangunan Sekolah Rakyat ke Kemensos RI
Daerah

Bupati Syech Muharram Tindak Lanjuti Pembangunan Sekolah Rakyat ke Kemensos RI

October 13, 2025
Kedai Kopi Pertama di Aceh: Antara Pengaruh Ottoman dan Budaya Perantauan Tionghoa
Daerah

Sejarah Kopi Ulee Kareng, Lam Ateuk dan Budaya Ngopi di Banda Aceh

October 13, 2025
Aliansi Rakyat Aceh Mendukung Penuh, Mualem Menunjuk Loyalis Jadi Plt Kadis Pendidikan dan Plt Kadis Pengairan
Daerah

Aliansi Rakyat Aceh Mendukung Penuh, Mualem Menunjuk Loyalis Jadi Plt Kadis Pendidikan dan Plt Kadis Pengairan

October 12, 2025
Lantik Kepala SKPA dan Deputi BPKS, Gubernur Mualem Ingatkan Percepatan Serapan Anggaran
Daerah

Lantik Kepala SKPA dan Deputi BPKS, Gubernur Mualem Ingatkan Percepatan Serapan Anggaran

October 10, 2025
Next Post
Sekda Aceh Pimpin Rapat Tindak Lanjut Pengelolaan Sumur Minyak Masyarakat

Sekda Aceh Pimpin Rapat Tindak Lanjut Pengelolaan Sumur Minyak Masyarakat

Wakil Gubernur Aceh Terima Kunjungan Kedubes Selandia Baru, Buka Peluang Kerjasama

Wakil Gubernur Aceh Terima Kunjungan Kedubes Selandia Baru, Buka Peluang Kerjasama

Discussion about this post

Recommended Stories

Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah Terima Kunjungan Dubes Uni Eropa, Bahas Sejumlah Isu Strategis

Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah Terima Kunjungan Dubes Uni Eropa, Bahas Sejumlah Isu Strategis

September 11, 2025

Indonesia kerahkan kapal perang untuk memantau kapal penjaga pantai China

January 18, 2023
HIMPALA Desak Kejati Aceh Lanjutkan Kasus di DKP Aceh Yang Terendap Dua Tahun Lalu

HIMPALA: Nelayan Dan Pembudidaya di Aceh Lebih Kenal BSI daripada Bank Aceh Syariah

September 23, 2025

Popular Stories

  • Tingkat Pengangguran Usia Muda Tinggi, Indonesia Berjuang Ciptakan Lapangan Kerja

    Prabowo Segera Bentuk Tim Reformasi Polri, Bentuk Juga Komisi Investigasi Insiden Agustus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Kosong tentang Ulama Dayah Adalah Opini yang Tak Perlu Ditulis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tak Kunjung Dapat Kerja di Aceh, Hendra Nekat Merantau ke Australia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Review Laporan Keuangan Bank Aceh Syariah (I) ; Triliunan Dana Diinvestasikan ke Luar Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari ini Presiden Prabowo akan Reshuffle Kabinet, Beredar Sejumlah Nama Menteri Baru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • TINJAUAN.ID
  • Pedoman Media Siber
Email: redaksi.tinjauan@gmail.com

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

No Result
View All Result
  • TINJAUAN.ID
  • News
  • Daerah
  • Nasional
  • Dunia
  • Ekonomi
  • Politik
  • Opini
  • Oase
  • Sejarah
  • Contact Us

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?