TINJAUAN.ID
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
  • Home
  • News
  • Global
  • Politik
    • Nasional
    • Regional
    • Daerah
  • Ekonomi
  • Opini
  • Sejarah
  • Oase
  • Liputan Khusus
No Result
View All Result
TINJAUAN.ID
No Result
View All Result
Home Opini

Isu Ketahanan Keluarga: Angka Pernikahan Merosot dan Perceraian Meningkat Akibat Faktor Ekonomi

TINJAUAN ID by TINJAUAN ID
July 20, 2025
Reading Time: 3 mins read
0
Isu Ketahanan Keluarga: Angka Pernikahan Merosot dan Perceraian Meningkat Akibat Faktor Ekonomi

Aspek ekonomi dan kesejahteraan turut berkontribusi dalam menurunkan angka pernikahan. Di saat kondisi ekonomi negara memburuk, angka pernikahan merosot, angka perceraian justru meningkat. Isu ketahanan keluarga jadi sorotan.

Di suatu pagi, sambil menikmati segelas kopi, saya membaca berita di laman Kompas.id yang mengungkap fakta merosotnya angka perkawinan di Indonesia beberapa tahun terakhir hingga 30 persen, sementara angka perceraian meningkat hingga 9 persen.

Perkawinan kerap dilihat sebagai sesuatu yang sifatnya privat, urusan pribadi tiap individu, namun ternyata perkawinan memberi dampak yang besar bagi kelangsungan negara dalam hal ketahanan sosio-ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan terkait dengan tumbuh dan berkembangnya ekonomi negara.

Salah satu kekhawatiran merosotnya angka perkawinan di Indonesia adalah soal keseimbangan populasi. Angka perkawinan yang rendah dapat menyebabkan rendahnya tingkat kelahiran. Akumulasi dari rendahnya angka kelahiran di suatu periode akan menyebabkan lonjakan populasi penduduk usia tua atau lansia yang tidak produktif.

Lonjakan penduduk lansia yang tidak produktif memberi beban bagi keuangan negara. Hal itu juga menurunkan jumlah populasi penduduk usia produktif yang notabene adalah angkatan kerja.

Penduduk dalam kategori usia produktif dan angkatan kerja aktif adalah aset bagi pertumbuhan ekonomi. Selain bekerja dan produktif menghasilkan pendapatan, mereka juga menyumbang bagi kelangsungan ekonomi negara melalui kemampuan daya beli.

Dengan merosotnya angka perkawinan — seperti yang telah dialami Jepang dan Perancis — jumlah penduduk usia produktif berkurang, berpotensi mengurangi produktifitas angkatan kerja dalam negeri yang jadi tulang punggung ekonomi negara. Beban anggaran pemerintah untuk populasi lanjut usia juga bertambah.

Faktor Ekonomi Melemahkan Ketahanan Keluarga

Banyak alasan di balik merosotnya angka perkawinan di Indonesia (maupun di negara lain). Saat satunya adalah pilihan generasi muda untuk lebih mengutamakan mengejar karir dan pendidikan lebih tinggi. Aspek ekonomi dan kesejahteraan turut berkontribusi dalam menurunkan angka pernikahan.

Dengan tingkat kemapanan ekonomi yang kurang dan pendapatan yang terbatas, membuat generasi muda mengurungkan niatnya untuk menikah.

Di saat kondisi ekonomi negara memburuk, angka perkawinan merosot, justru angka perceraian meningkat. Berdasarkan riset, tingginya angka perceraian banyak disebabkan oleh faktor ekonomi; kurangnya pendapatan, biaya hidup tinggi, utang dan abainya kepala keluarga terhadap nafkah yang jadi tanggungan.

Berdasarkan riset, perceraian berpotensi melahirkan kemiskinan baru. Yang paling berpotensi mengalami imbas dari perceraian adalah perempuan dan anak.

Seringkali ayah abai untuk memenuhi nafkah anak setelah bercerai, meski masih jadi tanggungannya. Akibatnya, perempuan dan anak, selain terjebak dalam kemiskinan, juga menjadi kelompok yang rentan secara sosial dan psikologis.

Sumber daya manusia yang mumpuni; baik dalam kecerdasan intelektual, ketahanan sosial dan psikologis, sangat membutuhkan keberadaan keluarga sebagai institusi terkecil yang menjadi sandaran ekonomi dan tempat merawat perkembangan dan ketahanan psikologis.

Tanpa ketahanan keluarga yang kokoh, masyarakat kita menjadi masyarakat yang rentan terhadap berbagai tantangan dan rapuh. Salah satu aspek yang turut  mengancam adalah kondisi psikologis dan kesehatan mental.

Upaya dalam menciptakan sumber daya manusia berkualitas juga akan sulit dicapai tanpa dukungan institusi keluarga yang kuat. Secara psikologis, untuk memastikan kesehatan mental anak dan kelangsungan tumbuh kembangnya, dibutuhkan dukungan dari orang tua dan kondisi keluarga yang kondusif. Jika hal ini tidak dapat diwujudkan, proses pendidikan anak di sekolah juga akan ikut terganggu.

Peran Pemerintah dalam Menguatkan Ketahanan Keluarga 

Pemerintah sepertinya perlu mengambil peran untuk menguatkan institusi keluarga di masyarakat. Pemerintah juga perlu menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi yang menjadi sebab generasi muda memilih tidak menikah, atau yang menikah memilih bercerai.

Beberapa program layanan sosial seperti pendidikan dan kesehatan gratis termasuk dalam upaya meringankan beban pengeluaran tiap keluarga. Hal ini akan mengurangi keengganan generasi muda untuk berkeluarga yang dihantui oleh beban ekonomi.

Salah satu program pemerintah yang digagas oleh Presiden Prabowo adalah membangun tiga juta rumah bagi warga miskin. Hal ini juga bisa berdampak positif dengan turut mengurangi beban pengeluaran masyarakat untuk mendapatkan rumah layak huni, khususnya keluarga muda yang notabene belum mapan secara ekonomi.

Keberadaan rumah layak huni merupakan sebuah kebutuhan dasar bagi tiap keluarga, khususnya keluarga muda. Dengan demikian, keluarga tidak perlu menanggung biaya sewa rumah yang selama ini membebani biaya kebutuhan bulanan tiap keluarga yang belum memiliki rumah pribadi.

Selain itu, yang tak kalah memberatkan adalah biaya kesehatan anak, khususnya biaya persalinan dan pasca persalinan. Biaya kesehatan dalam hal ini perlu ditanggung negara, untuk memastikan tumbuh kembang anak dengan baik, dan memastikan kelangsungan hidup keluarga muda yang layak. Dengan kebijakan kesehatan yang menalangi kebutuhan kesehatan anak, khususnya biaya proses persalinan, beban ekonomi keluarga muda akan menjadi lebih ringan.

Selain melalui pendekatan anggaran, pemerintah bisa bekerjasama dengan institusi keagamaan, insitusi pendidikan, pemuka agama, psikolog, dan tokoh masyarakat untuk mengkampanyekan “keluarga sederhana dan bahagia” melalui pendekatan pola hidup, manajemen keuangan, serta penyadaran kepada masyarakat bahwa keluarga adalah sumber kebahagiaan, tempat bersandar, tempat berlindung dan support system terbaik dalam kehidupan.

Penulis: Jabal Ali Husin Sab, pengamat sosial.

Tags: EKonomiKeluargaperceraianpernikahan
ShareTweetSend

Related Posts

Menyorot Kebijakan Populis Dedi Mulyadi: Apakah Populisme Digital Bermasalah?
Nasional

Menyorot Kebijakan Populis Dedi Mulyadi: Apakah Populisme Digital Bermasalah?

July 14, 2025
Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara.
Opini

Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara (Suara dari Blang Padang untuk Keadilan Syariat)

July 9, 2025
Tanah Wakaf Blang Padang: Menjaga Kemaslahatan, Mengedepankan Kebermanfaatan
Opini

Tanah Wakaf Blang Padang: Menjaga Kemaslahatan, Mengedepankan Kebermanfaatan

July 11, 2025
Refleksi 18 Tahun Partai Aceh, Turbulensi Politik, dan Masa Depan Partai.
Opini

Refleksi 18 Tahun Partai Aceh, Turbulensi Politik, dan Masa Depan Partai

July 7, 2025
Membangun Generasi Masa Depan Lewat AI dan Coding di Sekolah
Opini

Membangun Generasi Masa Depan Lewat AI dan Coding di Sekolah

July 5, 2025
Performa Gibran dan Ekspektasi Publik
Laporan dan Analisis

Performa Gibran dan Ekspektasi Publik

July 3, 2025

Discussion about this post

Recommended Stories

YLBHI: Perpu UU Cipta Kerja bentuk otoritarianisme Jokowi

January 1, 2023
Bea Cukai: Separuh Tangkapan Narkoba Nasional Berasal dari Aceh

Bea Cukai: Separuh Tangkapan Narkoba Nasional Berasal dari Aceh

July 15, 2025

Anies Baswedan Bertemu Habib Rizieq Shihab, Sowan ke Sejumlah Ulama di Jawa Timur bersama Muhaimin Iskandar

July 6, 2025

Popular Stories

  • Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara.

    Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara (Suara dari Blang Padang untuk Keadilan Syariat)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Riza Chalid Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Pertamina 285 Triliun, Siapa Dia?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kedai Kopi Pertama di Aceh: Antara Pengaruh Ottoman dan Budaya Perantauan Tionghoa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alumni Golkar Institute Dukung Penuh Diskresi Ketum Golkar untuk Bustami Hamzah: Musda Aceh adalah Keniscayaan 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Perkebunan Karet di Aceh Timur Masa Kolonial Tahun 1907-1939

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • All Groups
  • Default User Group
  • Forgot Password
  • Home
  • Kontak
  • Login
  • My Profile
  • Redaksi
  • Registration
  • Search Users
  • Sitemap
  • Submit New Blog Post
  • Tentang Kami
  • TINJAUAN.ID
  • User Blogs
  • Pedoman Media Siber
Email: tinjauan.id@gmail.com

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Dunia
  • Nasional
  • Regional
  • Politik
  • Opini
  • Contact Us

© 2025 Tinjauan.ID - Strategis dan Mencerahkan!

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?